Kamis, 15 September 2011

TURUNNYA AL-QURAN

Catatan penyaji :

Masih banyak diantara kita belum mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pokok diatas. Karena itu penyaji menganggap perlu menyampaikannya sebagai pengetahuan yang sangat perlu dipahami , agar terhindar dari salah pemahaman dan salah informasi seputar permasalahan “Turunnya Al-Quran”. Karena alas an teknis , maka catatan kaki tidak dapat disertakan , karenanya bagi peminat yang ingin melihat catatan kaki yang menjadi rujukan , hendaknya melihat dari bukunya yang asli.

Dinukil dari :
“Sejarah Lengkap Al Quran”
Diterjemahkan dari “ Tarikh Al-Quran”
Karya Muhammad Hadi Ma’rifat
Penerjemah : Thoha Musawa
Penerbit AL-HUDA
Cetakan Pertama: April 2010 M/ Rabiul Awal 1431 H
BAB 2 – Hal. 41 s/d 57.


Al-Quran adalah kumpulan ayat dan surah yang diwahyukan kepada Rasulullah saw sebelum dan setelah hijrah. Al-Quran diwahyukan diberbagai kesempatan dan peristiwa secara terpisah. Al-Quran diwahyukan secara bertahap, ayat per ayat, surah per surah hingga Rasulullah saw wafat. Setelah itu ayat ayat dan surah surah itu dikumpulkan menjadi buku.
Setiap kali problem yang muncul yang berkaitan dengan umat Islam, maka untuk menyelesaikannya, ayat ayat atau surah diturunkan. Peristiwa itu disebut dengan Asbabun Nuzul atau Sya’nun Nuzul. Mengetahuinya adalah hal yang sangat penting. Tujuannya adalah memahami secara jeli berapa ayat al-Quran yang diturunkan. Ayat-ayat al-Quran turun secara terpisah, karena itu al-Quran berbeda dengan kitab-kitab samawi lainnya. Suhuf Ibrahim as dan lembaran-lembaran Musa as turun sekaligus. Inilah yang menyebabkan kaum musyrik mencari-carai kelemahan kelemahan al-Quran seperti yang ditegaskan oleh ayat,
Dan orang-orang kafir berkata, “Kenapa al-Quran tidak turun sekaligus”. Al-Quran menjawab pertanyaan mereka, Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakan secara tartil (teratur dan benar) (QS.al. Furqan: 32). Dan al-Quran itu telah kami turunkan dengan ber-angsur angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian (QS. al-Isra: 106).

Hikmah penurunan al-Quran secara bertahap adalah agar Rasulullah dan kaum Muslim merasa bahwa mereka selalu berada dalam inayah Ilahi. Ada jalinan yang tidak pernah terputus antara mereka dengan Tuhan.
Dan bersabarlah dalam (menyampaikan) hukum Tuhanmu karena sesungguhnya kamu berada dibawah perlindungan (pantauan) Kami....... (QS.Thur : 48).


AWAL TURUNNYA AL-QURAN

Al-Quran diturunkan pertama kali pada bulan suci Ramadhan, tepatnya di malam Qadr (lailatul Qadr).
Bulan Ramadhan adalah bulan yang didalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dengan yang batil) (QS. al-Baqarah :185).
Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Quran) pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (QS.ad-Dukhan :3-4).
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya di malam Qadr.....(QS.al-Qadr :1).

Lailatul Qadar, kemungkinan terjadi pada dua malam yaitu malam ke 21 dan 23, bulan suci Ramadhan. Syekh Kulaini meriwayatkan dari Hasan bin Mihran ketika bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq tentang tepatnya malam lailatul Qadr, beliau menjawab,” Di salah satu dari dua malam, 21 dan 23.”
Zurarah meriwayatkan dari Imam Ja’far Shadiq bahwa beliau berkata, “Malam 19 adalah malam takdir, malam 21 adalah malam ta’yin (penentuan takdir) dan malam 23 adalah malam penutup dan disetujuinya perkara.
Syekh Shadiq berkata, “Ulama-ulama besar bersepakat bahwa lailatul qadar terjadi pada malam 23 bulan Ramadhan.

TERTUNDANYA TURUNNYA AL-QURAN SELAMA TIGA TAHUN.

Awal mula turunnya wahyu risali pada tanggal 27 Rajab, tiga belas tahun sebelum hijrah (609 M). Namun, turunnya al Quran sebagai kitab samawi, pernah tertunda selama tiga tahun. Ketertundaan ini disebut Fatrah. Ketika berada dalam rentang waktu itu, Rasulullah saw menjalankan misi dakwahnya secara diam-diam hingga ayat ini diturunkan, ‘Maka sampaikanlah secara terang terangan segala yang diperintahkan (kepadamu). (QS, al-Hijr : 94). Kemudian beliaupun berdakwah secara terang terangan.
Abu Abdillah Zanjani berpendapat bahwa setelah ayat ini diturunkan, Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan, al-Quran tidak lagi turun hingga tiga tahun. Rentang waktu itu disebut dengan nama fatrah. Kemudian al-Quran diturunkan secara bertahap dan ditolak oleh orang-orang musyrik.

MASA TURUNNYA AL-QURAN.

Masa turunnya al-Quran secara bertahap selama dua puluh tahun, dimulai tiga tahun setelah bi’tsah, hingga akhir hayat Rasulullah saw. Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Kulaini Razi (w.328 H) menyebut sebuah hadis, bahwa Hafsh bin Ghiyats bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq , “Masa turunnya al-Quran adalah dua puluh tahun. Mengapa Allah berfirman, Bulan Ramadhan yang didalamnya diturunkan al-Quran ?.

Muhammad bin Mas’ud Ayyasyi Samarqandi (w.320 H) menukil dari Ibrahim bin Umar Shan’ani yang bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq, “ Bagaimanakah al-Quran bisa diturunkan pada bulan Ramadhan, jika ia diturunkan dalam tempo 20 tahun ?“
Ali bin Ibrahim Qomi meriwayatkan bahwa Imam Ja’far Shadiq menjelaskan, “.......kemudian ia diturunkan dalam kurun waktu dua puluh tahun....”.
Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Babwaih Shaduq, Allamah Majlisi, Sayid Abdullah Syubbar, dan ulama yang lain.
Said bin Musayyib (w.95 H), salah seorang fuqaha sab’ah (tujuh fakih) Madinah terkemuka dari kalangan Tabi’in, berkata , “Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah saw ketika beliau berusia 42 tahun.” Pernyataan ini berbeda dengan bi’tsah yang disepakati seluruh umat bahwa usia beliau saat itu adalah 40 tahun.
Wahidi Neisyaburi menukil dari Amir bin Syurahbil Sya’bi, salah seorang fukaha dan satrawan tabi’in (20-109 H) yang berkata, “Masa turunnya al-Quran kurang lebih dua puluh tahun “.
Imam Ahmad bin Hanbal menukil dari pendapat ini, dia berkata, “ Kenabian beliau saw pada usia 40 tahun dan tiga tahun kemudian, al-Quran diturunkan, berangsur-angsur selama dua puluh tahun.”.
Abul Fida’yang dikenal dengan sebutan Ibnu Katsir berkata, “Seluruh sanad riwayat ini adalah sahih.”
Abu Ja’far Thabari meriwayatkan dari Ikhrimah bahwa Ibnu Abbas berkata,”Al-Quran , dari awal sampai akhir, diturunkan dalam rentang waktu dua puluh tahun.”
Abul Fida’ Ismail bin Katsir Dimasyqi (w.774 H) mengutip hadis yang disadur dari Muhammad bin Ismail Bukhari bahwa Ibnu Sabbas dan Aisyah berkata, “ Al-Quran turun di Mekkah selama sepuluh tahun dan di Madinah selama sepuluh tahun.”. Beliau juga meriwayatkan dari Asbu Ubaid Qasim bin Salam bahwa masa turunnya al-Quran adalah dua puluh tahun, beliau berkata,”Ini adalah sanad yang sahih”.

TIGA PERTANYAAN TENTANG TURUNNYA AL-QURAN.

o Bagaimana bisa al-Quran diturunkan pertama kali pada lailatul Qadar ?. Bukankah Nabi diutus pada tanggal 27 Rajab dengan lima ayat pertama dari awal surah ?.
o Bagaimana bisa al-Quran diturunkan pada lailatul Qadar ?. Bukankah al-Quran diturunkan secara bertahap dalam rentang waktu dua puluh tahun di berbagai kesempatan dan peristiwa berbeda ?.
o Ayat dan surah apa yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah saw ?. Seandainya ayat dan surah pertama yang diturunkan itu adalah surat al-Alaq dan lima ayat pertamanya, mengapa surah al-Hamdu (al-Fatihah) disebut dengan nama Fatihatul Kitab ?.

Jawaban untuk pertanyaan pertama dan ketiga adalah jelas. Turunnya al-Quran, sebagaimana yang telah dijelaskan, terjadi tiga tahun setelah bit’sah. Pada periode tiga tahun pertama bit’sah, dakwah nabi berlangsung secara diam-diam, sehingga ayat ini diwahyukan,”Sampaikan lah secara terang terangan segala yang diperintahkan (kepadamu)...... Ayat ini adalah perintah agar dakwah dilakukan secara terang-terangan. Pada saat itulah awal turunnya al-Quran”.
Mengapa surah al-Hamdu disebut sebagai Fatihatul Kitab ?. Seandainya nama surah itu sudah ada ketika Rasulullah saw masih hidup, jawabnya adalah bahwa surah ini adalah surah pertama yang diturunkan kepada Rasulullah saw secara sempurna.
Sebagian riwayat menyebutkan bahwa pada hari pertama bit’sah, Jibril mengajarkan shalat dan wudhu menurut agama Islam kepada Rasulullah saw, Tiada shalat melainkan dengan Fatihatul Kitab. Karenanya surah tersebut diturunkan secara keseluruhan.
Tentang pertanyaan kedua, banyak pendapat yang bisa dipaparkan , Berikut ini adalah ringkasan dari pendapat tersebut :

Pendapat Pertama.

Permulaan turunnya al-Quran adalah pada lailatul Qadar, sebagaimana yang dijelaskan ayat, “Bulan Ramadhan yang didalamnya diturunkan al-Quran”. Kebanyakan sejarahwan memilih pendapat ini karena orang-orang yang hidup pada saat itu (yang diajak bicara oleh wahyu) tidak memahami kata “al-Quran” sebagai sebuah kitab yang diturunkan secaara utuh, namun mereka memahami sebagai sebuah kitab yang kemudian diturunkan secara bertahap. Dengan demikian secara lahiriah , ayat ini memberikan makna permulaan turunnya al-Quran. Oleh sebab itu kebanyakan mufasir menerjemahkan ayat tersebut seperti ini ;” ..... yakni didalamnya dimulai turunnya al-Quran” , kecuali mereka yang ‘menyembah’ hadis- hadis tentang hal ini secara literal. Padahal riwayat riwayat tentang penafsiran al-Quran tidak memiliki keharusan patuh sebagaimana sebuah penghambaan, karena ketaatan hanya berlaku dalam urusan amal perbuatam, bukan dalam keyakinan dan pemahaman, khususnya apabila tidak sesuai dengan makna lahiriah kata yang membutuhkan penakwilan. Selain itu , al-Quran mengandung lafazh, frase dan kriteria-kriteria yang tidak bisa diturunkan dalam satu malam (QS.Ali Imran:123)
Dalam al-Quran diberitakan peristiwa masa lalu, seperti ayat ; “ Dan Allah telah menolong kalian di Badar, padahal kalian (ketika itu) adalah orang-orang yang lemah......Jika al-Quran diturunkan seluruhnya pada malam Qadar, berarti ayat itu juga diturunkan pada malam itu juga, berarti ayat ini menceritakan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada waktu yang masih lama, bukan peristiwa yang sudah terjadi.

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukmin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul Nya dan kepada orang orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya.....(QS.at Taubah : 25-26).
Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (kaum musyrik Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada sahabatnya , “ Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita. “Maka Allah menurunkan ketenangan Nya kepada (Muhammad) dan pembantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah mahaperkasa lagi mahabijaksana (QS. at Taubah : 40)
Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang orang yang benar (berhalangan) dan sebelum kamu ketahui orang orang yang bedusta ? (QS, at Taubah : 43).
Orang orang yang ditinggalkan (tidak ikut dalam perang Tabuk) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka dibelakang Rasulullah, mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka dijalan Allah dan mereka berkata :
“ Janganlah kamu berangkat (pergi berperang ) dalam panas terik ini. “ Katakanlah : “Api neraka jahanan itu lebih panas,” jika mereka mengetahui.(QS.at-Taubah :81).
Dan (diatara orang orang yang munafik itu ada seorang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (kepada orang orang mukmin, untuk kekafiran dan memecah belah antara orang orang mukmin serta menunggu kedatangan orang orang yang telah memerangi Allah dan rasulnya sejak zaman dahulu…(QS at Taubah ;107).
Diantara orang orang mukmin itu terdapat orang orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka diantara mereka ada yang gugur. Diantara mereka ada (pula ) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya) (QS.al Ahzab:23). Sesungguhnya Allah telah mendengar ungkapan perempuan yang menggugatmu tentang suaminya, dan mengadukan (masalahnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan kamu bedua….(QS.al.Mujadilah :1)
Ayat ayat yang menggambarkan masa lalu banyak sekali terdapat dalam Al Quran. Seandainya Al Quran berlangsung di malam Qadr, seharusmya menggunakan kata kerja aktif (mudhari’) yang mengandung arti masa depan. Kalau tidak ,niscaya perkataan tersebut akan jauh dari kebenaran, karena ayat ayat ini menyoroti kejadian kejadian serta kebutuhan kebutuhan yang muncul di kemudian hari dan sebagai jawaban sesuai atas pertanyaan pertanyan semua kejadian itu.
Andaikan semua ayat itu diturunkan sekaligus, maka berarti bahwa Al Quran memberitahukan sesuatu atau peristiwa-peristiwa yng belum terjadi sebagai peristiwa yang telah terjadi. Akibatnya , harus kita katakan bahwa Al Quran tidak serius dengan semua kalimat. Mahasuci Allah dari penisbahan ini kepada Nya.
Selain argumentasi tersebut, di dalam Al Quran banyak sekali ayat ayat nasikh dan mansukh, umum dan khusus, muthlak(tidak bersyarat) dan muqayyad (bersyarat), mubham (implisit) dan mubayyan (eksplisit). Konsekuensi ayat nasikh adalah keterlambatan masa dari ayat mansukh. Ayat ayat yang menjelaskan ayat ayat mubayyan, khususnya yang menjelaskan ayat ayat mubhamat (ayat ayat yang samar maknanya) meniscayakan adanya jarak waktu. Tidaklah logis bila Al Quran itu diturunkan sekaligus. Ayat Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan al Quran…dan ayat ayat yang serupa lainnya mengisahkan kejadian masa lalu, termasuk ayat ayat itu sendiri. Dengan kata lain, seandainya ayat ayat tersebut memberitakan semua hal yang ada di dalam al Quran---bahwa ia telah diturunkan pada malam Qadr--- maka itu berarti bahwa al Quran memberitakan dirinya sendiri. Konsekuensinya , ayat ayat ini juga diturunkan pada malam Qadr, seharusnya ayatnya berbunyi seperti ini, yang akan diturunkan atau Kami akan menurunkannya agar bisa menjadi penjelas masa sekarang. Tetapi ayat ayat ini memberitakan tentang selain dirinya. Karena itulah, kita simpulkan bahwa maksud dari diturunkannya al Quran pada malam Qadr, adalah permulaan turunnya, bukan keseluruhan al Quran.
Syekh Shaduq mengasumsikan al Quran diturunkan dua kali ; sekaligus dan bertahap. Namun Syekh Mufid menyatakan bahwa pendapat yang dipilih oleh Syekh Abu Ja’far Shaduq itu bersumber dari sebuah hadis ahad (tidak mutawatir) yang tidak mengharuskan seseorang untuk mengamalkannya.
Turunya al Quran dalam berbagai kondisi dan kesempatan, disebut asbanun nuzul, merupakan bukti untuk tidak terpaku pada pemahaman lahiriah riwayat yang mengatakan al Quran diturunkan secara sekaligus. Al Quran berbicara tentang peristiwa yang tidak akan jelas maksudnya sebelum peristiwa tersebut terjadi, kecuali diturunkan pada peristiwa itu terjadi. Sebagai contoh, al Quran mengabarkan perkataan orang-orang munafik,
Dan mereka berkata ,
“ Hati kami tertutup”. Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka, maka sedikit sekali mereka yang beriman. (QS. al Baqarah : 88).
Al Quran juga mencatat perkataan orang orang musyrik. Dan mereka berkata,
“Jika Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)”. Mereka tidak memiliki pengetahuan sedikitpun tentang itu (QS. az Zukhruf : 20).
Berita berita tentang masa lalu, seperti dikabarkan oleh ayat ini, tidak mungkin dikabarkan sebelum peristiwa itu terjadi. Berita berita seperti itu sangat banyak sekali terdapat dalam al-Quran.
Sayid Murthada Alamul Huda berkata , “Jika pendapat Syekh Abu Ja’far Shadug bahwa al-Quran diturunkan dengan utuh, bersandar kepada riwayat-riwayat yang masih bersifat dugaan (dzanniy) sementara banyak dijumpai riwayat lain yang menjelaskan , bahwa al-Quran telah diturunkan dalam berbagai kesempatan ; di Mekkah dan Madinah. Sebagaimana lazimnya menyikapi beberapa peristiwa, Rasulullah saw menunggu satu ayat atau beberapa ayat diturunkan. Ayat-ayat seperti ini banyak sekali di dalam al-Quran. Selain itu al-Quran dengan tegas menunjukkan bahwa ia telah diturunkan secara terpisah . Dan orang-orang kafir berkata , “Mengapa al-Quran tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja ?”. Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil. Ayat demikianlah supaya Kami perkuat …. menjelaskan falsafah dibalik turunnya al-Quran saecara berangsur-angsur.
Pendapat Kedua
Sebagian berpendapat bahwa setiap tahun di malam Qadr, al-Quran diturunkan kepada Rasulullah saw untuk memenuhi kebutuhan ditahun itu. Kemudian , di dalam tahun itu, ayat ayat diturunkan secara bertahap sesuai dengan peristiwa yang melatarbelakanginya. Atas dasar asumsi ini, maksud dari bulan Ramadhan yang didalamnya diturunkan al-Quran diturunkan dan keterkaitannya dengan lailatul Qadar, al-Quran tidak turun dalam satu Rammadhan dan satu lailatul Qadar. Maksudnya adalah semua bulan Ramadhan dan semua malam Qadr di setiap tahun. Pendapat ini diajukan oleh Ibnu Juraih dan Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraih (w.150 H). Sebagian ulama setuju dengan pendapat ini. Pendapat ini bertentangan dengan makna lahiriah kalimat al-Quran.
Pendapat ketiga.
Maksud dari yang didalamnya diturunkan al-Quran adalah pada bulan Ramadhan diturunkan kabar tentang puasa dan keutamaannya. Sufyan bin Uyainah (w.198 H) berpendapat bahwa makna dari ayat itu adalah yang diturunkan al-Quran didalam keutamaannya. Dhahhak bin Muzahim (w.106 H) berkata , “Yang diturunkan (keutamaan/ kewajiban ) puasa (bulan itu) dalam Al Quran”. Sebagian ulama lain juga menerima pendpapat tersebut. Tentunya pendapat ini bisa dianggap sesuai dengan ayat yang ada dalam surat A-Baqarah, Bulan Ramadhan yang diturunkan di dalamnya Al-Quran, tetapi tidak sesuai dengan ayat ayat yang ada di dalam surah ad-Dukhan.
Pendapat keempat.
Sebagian ulama , seperti Sayid Qutub menyatakan bahwa sangat mungkin kebanyakan ayat ayat Al-Quran diturunkan pada bulan suci Ramadhan. Namun tidak ada satupun penjelasan untuk membuktikan pendapat ini. Apalagi pendapat ini hanya berkenaan dengan surat Al Baqarah, tidak bisa meliputi surat al-Qadr dan ad Dukhan . Kami telah turunkan al-Quran dimalam al-qadr. Oleh karena itu , tiga pendapat diatas (kedua , ketiga , keempat) tidak bisa diterima. Pendapat yang mungkin untuk dikaji adalah pendapat pertama dan kelima.
Pendapat kelima
Sebagian ulama berkeyakinan bahwa ada dua macam cara Al-Quran diturunkan; pertama secara sekaligus dan kedua secara bertahap. Pada malam Qadr, al-Quran diturunkan secara sekaligus kepada Rasulullah saw. Setelah itu, untuk kedua kalinya, al-Quran diturunkan secara bertahap sepanjang masa kenabian Muhammad saw. Mungkin pendapat ini paling populer dikalangan ahli hadis. Sumbernya adalah riwayat riwayat yang mereka sebutkan . Sebagian dari mereka berpendapat dengan apa yang bisa didapat dari pemahaman lahiriah riwayat dan sebagaian lain menerima riwayat-riwayat tersebut dengan penakwilan. Jalaluddin Suyuthi menyebutkan bahwa pendapat ini paling sahih, terkenal dan banyak sekali riwayat ynag mendukungnya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Al-Quran diturunkan pada malam Qadr secara utuh ke langit dunia dan diletakkan di Baitul Izzah , kemudian diturunkan secara bertahap kepada Nabi dalam rentang waktu duapuluh tahun. Menurut riwayat riwayat Ahlusunnah, al-Quran diturunkan dari Arsy ke langit pertama (langit yang paling bawah), setelah itu diletakkan disuatu tempat bernama Baitul Izzah. Menurut riwayat riwayat Syi’ah , al-Quran turun dari Arsy ke langit ke empat dan diletakkan di Baitul Makmur. Shaduq menganggap hal ini sebagian dari ideologi Syi’ah, bahwa al-Quran diturunkan secara utuh di bulan Ramadhan pada malam Qadr di Baitul Makmur, langit ke empat. Setelah dari Baituk Makmur, al-Quran diturunkan dalam rentang waktu selama dua puluh tahun.
Ada sebagian orang bertumpu kepada riwayat secara tekstual saja dan menerima riwayat riwayat tersebut apa adanya. Berbeda dengan ahli tahkik , mereka mengkaji setiap riwayat , melakukan takwil riwayat riwayat itu dengan berbagai alasan. Apa hikmah serta maslahat dibalik turunnya al-Quran dari Arsy ke langit pertama atau keempat, kemudian diletakkan di Baitul Izzah atau Baitul Makmur ? Apa manfaat ditirunkannya al-Quran bagi orang -orang dan Nabi saw, sehingga Allah menyebutnya dengan keagungan ? Apakah yang bisa diambil dari al-Quran , yaitu ayat ayat , surah , makna-makna dan pengertian-pengertian adalah sebuah solusi ? Apakah keutamaam ketika al-Quran turun di malam Qadr, di langit pertama ?
Fakhrurrazi mengutarakan pendapatnya, sekaligus menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut, bahwa hal itu demi mempermudah urusan sehingga ketika turunnya ayat atau surah itu diperlukan , maka Jibril dapat secara langsung menurunkan ayat ayat yang diperlukan itu kepada Rasulullah saw dari tempat yang paling dekat. Namun menurut hemat kami jawaban ini sangatlah mengherankan jika diungkapkan oleh seorang sekaliber Fakhrurrazi secara keilmuannya, karena di alam metafisik tidak ada istilah jauh atau dekat.
Berkenaan dengan pendapat bahwa al-Quran diturunkan sekaligus dan ber angsur angsur, para ulama besar memiliki penjelasan yang secara umum menggunakan takwil hadis hadis . Penjelasan tersebut sebagai berikut :
• Maksud dari al-Quran turun sekaligus kepada Rasulullah saw di malam Qadr adalah pengetahuan tentang kandungan al-Quran secara universal diberikan kepada Rasulullah . Takwil ini diungkapkan oleh Syekh Shadug. Menurut beliau sesungguhnya Allah telah menganugerahkan ilmu (al-Quran) secara universal. Pada malam itu al-Quran diturunkan kepada Nabi saw tidak dengan lafazh-lafazh dan kalimat atau frase namun hanya ilmu tentang (kandungan) al-Quran yang diberikan kepada Rasulullah secara universal. Oleh karena itulah beliau saw memiliki pengetahuan yang sempurna tentang kandungan al-Quran (Sebelum diturunkan secara ber angsur angsur- peny).
• Faidh Kasyani berpendapat bahwa yang dimaksud Baitul Makmur adalah hati Rasulullah saw , karena hati beliau saw adalah Baitul Makmur milik Allah yang terletak di langit keempat. Rasulullah saw telah melampaui tingkatan benda padat, tumbuhan dan hewan. Belaiau telah mencapai tingkatan keempat , yaitu alam manusia. Setelah duapuluh tahun , setiap kali Jibril menurunkan al-Quran, maka al-Quran itu keluar dari hati Rasulullah saw melalui lisan beliau. Penafsiran seperti ini juga tidak menjawab pertanyaan dan mneyelesaikan masalah. Penjelasan seperti ini tidak menjelaskan dua bentuk turunnya al-Quran, hanya menjelaskan pengetahuan pengetahuan yang bersifat universal.
• Abu Abdillah Zanjani menjelaskan bahwa ruh al-Quran yang merupakan tujuan tujuan tinggi al-Quran serta memiliki sisi universal. Pada malam itu keuniversalan tersebut menjelma dalam hati Rasulullah saw. Telah turun ar-Ruh al Amin dengannya(al-Quran) ke hatimu. Kemudian al-Quran terujar dari lisan beliau saw sepanjang tahun. Dan al-Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur angsur agar kamu membacakannya perlahan lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian (QS. Al-Isra :106)
• Allamah Thabathaba’i menakwilkan sama. Bedanya, beliau memberi penjelasan yang rinci. Menurut beliau, pada dasarnya al-Quran memiliki wujud dan hakikat yang lain, terselubung oleh tirai wujud lahirnya dan tak terjangkau oleh pandangan dan pengetahuan biasa. Al-Quran dalam wujud batinnya , kosong dari segala bentuk pembagian dan rincian. Al-Quran tidak parsial, tak memiliki rincian, tidak memiliki ayat dan surah. Ia adalah satu kesatuan hakiki yang satu sama lain saling berkaitan dan tersusun rapi, tersimpan di tempatnya yang sangat tinggi dan tak terjamah oleh siapapun. Inilah siuatu kitab yang ayat ayatnya tersusun dengan rapi serta dijelaskan secara rinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana lagi Mahatahu (QS. Hud :1). Dan sesungguhnya al-Quran itu dalam induk al –Kitab (Lauh al-Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar benar tinggi dan amat banyak mengandung hikmah (QS.az-Zukhruf :4). Sesungguhnya ia adalah al-Quran yang mulia yang berada dalam kitab yang terjaga yang tak bisa disentuh kacuali hanya orang orang yang disucikan (QS. Al-Waqi’ah : 77-79). Dan sungguh Kami telah membawakan suatu kitab kepada mereka yang telah Kami jelaskan rinciannya (semua rahasia dan rumus mereka) berdasarkan pengetahuan… (QS.al-A’raf : 52).
Al-Quran memiliki dua wujud; pertama adalah wujud lahiriah yang terjelma dalam bentuk lafazh-lafazh dan kalimat-kalimat. Kedua adalah wujud batiniah yang tetap berada dalam posisinya. Al-Quran dalam wujud batiniah dan aslinya, menjelma ke hati Rasulullah saw secara utuh pada malam Qadr. Setelah itu al-Quran turun secara berangsur –angsur selama masa kenabian secara rinci dan lahiriah dalam berbagai kesempatan dan peristiwa.
Penakwilan seperti ini dapat diterima dan dianggap benar jika disertai dengan dasar dan landasan yang kuat. Selain itu teks ayat ayat al-Quran yang sekarang beredar ditangan semua orang tidak membicarakan tentang al-Quran lain serta hakikat lain yang tersembunyi yang disebut dengan ‘bathin’.
Untuk menunjukkan keagungan bulan Ramadhan dan malam lailatul Qadr, Allah menyampaikan masalah turunnya al-Quran. Masalah ini harus dimengerti dan diketahui oleh semua orang. Selain itu , apa manfaat mengabarkan turunnya al-Quran dari tempat yang sangat tinggi ke tempat yang paling rendah jika keduanya tak mampu dijangkau oleh manusia bahkan oleh Nabi sendiri ?. Bukankah Allah menyebut keagungan dan kebesarannya disana ? Oleh karenanya penakwilan sperti ini benar jika memilikim dasar yang kuat. Selain itu apabila kita ingin menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan takwilan seperti ini, maka tetap saja tidak menyelesaikan masalah, karena ayat-ayat tersebut ingin menjelaskan awal turunnya al-Quran.

Jumat, 11 Juni 2010

Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Qur’an kepada Para Sahabat ? . (Lanjutan).

Pengajaran Rasullllah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam Pembagian Hizb Al Qur’an.

Yang dimaksud dengan Hizb.

Yang dimaksud dengan Hizb disini adalah bagian yang harus dibaca seseorang. Dan Hizb ini terdiri dari gabungan surat surat atau ayat yang harus dibaca atau dihafal oleh seseorang.
Dan ahzab bentuk plural dari hizb diambil dari ucapan hizb fulan, yakni kelompoknya. Hizb adalah sekelompok (surat atau ayat) dari Al Qur’an.
Bisa juga disebut juz , karena Al Qur’an dijuzkan , yakni bagian.
Bisa juga disebut wird . Wird berarti menuju air. Karena Al Qur’an menghilangkan hausnya hati.

Bagimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkannya ?

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan para shahabat untuk menghimpun Al-Qur’an menjadi beberapa hizb , atau beberapa juz, atau beberapa wird, agar membuat mereka lebih bersemangat membaca Al-Qur’an , menghafalkannya , mengulang hafalannya, dan membacanya secara berulang-ulang.

Dari Aus bin Hudzaifah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, „ Kami mengunjungi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai utusan Tsaqif , lalu kami singgah pada sebuah qubbah miliknya dan saudara saudara kami yang menyusul singgah pada Mughirah bin Syu’bah “.
Aus bin Hudzaifah mengatakan, “ Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menemui kami setelah isya’, lalu menyampaikan hadist kepada kami dan memperbanyak hadistnya mengadukan perlakuan orang orang Quraisy. Dan beliau bersabda ,” Dan tidak sama. Ketika masih berada di Makkah kecuali kita lemah dan hina. Ketika kita datang (hijrah) ke Madinah . kadang kita kalah dan kadang kita menang dalam peperangan.”. Pada suatu malam kehadiran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lebih singkat bersama kami, -dan dimalam lain - beliau lebih lama bersama kami, lalu kami bertanya, “Wahai Rasulullah, engkau cepat bersama kami.”. Beliau menjawab , “Sesungguhnya ada hizb-ku dari Al Qur’an - yang belum dibaca - , maka aku tidak ingin keluar sebelum aku menyempurnakannya”. Maka kami bertanya kepada para shahabat Rasulullah, bagaimana beliau meng-hizb Al-Qur’an ?. Mereka menjawab, “Beliau meng-hizb Al-Qur’an , tiga , lima, tujuh , sembilan , sebelas dan tiga belas. Dan beliau mengelompokkan Al-Mufashshaf”.


Dalam riwayat Ath-Thabrani pada yang disebut oleh Al-Iraqi, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaginya menjadi tiga”. Dan dia menyebutnya hadits marfu.

Dalam riwayat-riwayat ini , pembagian Al-Qur’an disandarkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Dan pada riwayat Ibnu Majah, Aus berkata, “Maka aku bertanya kepada para shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam , bagaimana kalian membagi Al-Qur’an ?.
Disini pembagian Al-Qur’an disandarkan kepada para shahabat, bukan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ini menunjukkan bahwa mereka (para shahabat) telah mempelajari pengelompokkan Al-Qur’an dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga Mengajarkan Para Shahabat untuk Menentukan Hizb Al-Qur’an secara berkesinambungan .

Jika waktu (membaca) hizb - nya telah habis, seseorang harus membacanya bagaimanapun kesibukannya. Seperti dalam sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya ada hizb-ku dari Al-Qur’an (yang belum dibaca) , maka aku tidak ingin keluar sebelum aku menyempurnakannya “.

Cara Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengelompokkan Al-Qur’an

Dari beberapa riwayat diatas jelaslah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membagi Al-Qur’an menjadi tujuh hizb, dan setiap hizb tersebut adalah satu tempat dari tujuh tempat.

Adapun yang diistilahkan oleh para ulama sekarang , pembagian Al-Qur’an menjadi 30 hizb yang mereka menamakan juz, karena bagian pertama bagian Al-Qur’an dengan huruf huruf pembagian 28 , 30 dan 60. Ini yang merupakan bagian pertama juz-juz dan hizb-hizb ditengah-tengah surat atau ditengah-tengah tema, atau yang sejenis terjadi pada masa Al-Hajjaj dan setelahnya. Diriwayatkan bahwa Al-Hajjaj memerintahkan hal itu, dan tersebar diwilayah Iraq. Sedangkan penduduk Madinah (ketika itu) belum mengetahui pembagian ini.

Dan juz-juz itu populer dengan 30 juz sebagaimana pada ‘rubu-rubu’ karena kurikulum dilembga-lembaga pendidikan dan tempat-tempat lainnya.

Dan karena pembagian hizb ini sudah ada, maka seseorang pasti akan memimpikan agar pencetakan pencetakan Al-Qur’an melihat kembali masalah ini , dan diisyaratkan bersamaan dengan ini apa yang dapat menunjukkan pembagian Al-Quran menjadi tujuh bagian , dan menjelaskan bahwa itu adalah pembagian cara Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dan pembagian ini antara empat atau lima juz dengan istilah sekarang. Dan diantara faidah yang besar adalah tidak sesuai dengan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat Radhiyallahu Anhum dalam pembagian hizb mereka, bahwa pembagian hizb berdasarkan surat itu adalah mengikuti contoh yang paling sempurna.

Dan hadits Aus sesuai dengan makna hadits Abdullah bin AMR Radhiyallahu Anhuma yang menerangkan bahwa yang sunnah menurut mereka adalah mengkhatamkannya dalam tujuh hari. Oleh karena itu , maka mereka membagi nya dalam tujuh hizb. Mereka tidak menjadikannya tiga atau lima. Ini menerangkan bahwa mereka membaginya berdasarkan surat-surat. Dan ini diketahui dengan cara mutawatir.

Ada juga pembagian Al-Qur’an secara Ruba’i.

Hal ini memungkinkan dari segi teoritis, bukan dari segi tilawah. Akan tetapi, ini disesuaikan dengan pembagian secara suba’i (terdiri dari tujuh). Dan yang menunjukkan tauqifi-nya susunan surat-surat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menyabdakannya, ”Aku diberikan tempat Taurat yang As-Sab’, aku diberikan tempat Zabur yang Mi’in, aku diberikan tempat Injil yang Matsani , dan aku diistimewakan dengan Mufashshal”.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan bagian-bagian ini secara terpisah. Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa yang mempelajari Aa-Sab’ Ath-Thual (tujuh surat panjang) dari Al-Qur’an , maka dia yang terbaik. Yang dimaksud dengannya adalah tujuh surat yang panjang dari Al-Qur’an.

Sebagian para shahabat mengistilahkannya dengan memberikan nama surat yang jumlah ayatnya lebih dari 30 dengan istilah Mi’in.Seperti yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan aku sebagian dari surat Mi’in, dan Al–Ahqal. Dan surat itu apabila lebih dari 30 ayat dinamakan Mi’in.

Matsani, yaitu surat-surat yang ayatnya kurang dari Mi’in dan lebih dari Mufashshal, se-akan akan Mi’in dijadikan yang pertama, dan yang berikutnya dinamakan dengan Matsani, dan itu dimulai dari surat Al Baqarah hingga At-Taubah dan ia termausk surat Mi’in, artinya surat yang terdiri lebih dari seratus ayat. Dikatakan dalam Al-Mujamma’ surat-surat awal dalam Al-Qur’an adalah As-Sab Ath-Thual, kemudian surat yang terdiri dari kurang lebih seratus ayat, kemudian Matsani, kemudian ditutup dengan Mufashshal. Dan Mi’in itu bentuk jamak.

Sebagaimana pembagian suba’i (terdiri dari tujuh) itu terjadi pada beberapa jumlah surat tertentu, maka pembagian ruba’i (terdiri dari empat) begitu juga. Dalam dua pembagian ini tidak berlandaskan pada jumlah ayat sebagaimana yang terjadi pada pembagian hizb dan juz.

Bagian Surat-Surat yang Terdiri dari Empat Bagian ini Sudah Jelas di Sisi para Shahabat Radhiyallahu Anhum.

Dari Abu Wa’il , dia berkata, “ Kami pergi bersama Abdullah bin Mas’ud, lalu seorang lelaki berkata, “ Aku membaca Al-Mufashshal tadi malam”, Ibnu Mas’ud berkata , “ Ini membaca cepat seperti membaca syair, sesungguhnya kami mendengar bacaan Al-Qur’an dan aku hafal apa yang dibaca oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, 18 surat Al-Mufashshal , dan dua surat Ali Imran dan Ha Mim”.

Ungkapan beliau 18 surat menunjukkan bahwa beliau tahu surat Al-Mufashshal dan jumlahnya. Begitu juga ini adalah dalil bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan mereka bahwa Al-Mufashshal adalah surat yang setelah Ali Imran dan Ha Mim.

Al-Mufashshal adalah Surat Al-Qur’an Pertama yang diturunkan.

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu berkata , “ Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan surat Al-Mufashshal kepada Rasul-Nya di Makkah. Maka kami semua mempelajarinya dan tidak berpaling darinya.”

Para Ulama Berbeda Pendapat tentang Ayat Pertama dari Surat Al-Mufashshal.

Ada yang mengatakan ayat dari surat Qital (Al-Bara’ah atau At-Taubah), ada pula yang mengatakan, dari surat Al-Hujurat, dan ada yang mengatakan dari surat Qaf.

At-Thahawi Rahimahullah menguatkan bahwa surat Al-Hujurat bukan termasuk Al-Mufashshal.

Walau bagaimanapun Al-Mufashshal. Adalah surat yang setelah Ali Imran dan Ha Mim , dinamakan Al- Mufashshal , karena surat suratnya pendek dan pemisahan antara surat dan lainnya juga dekat.

Catatan :
- Sama dengan tulisan sebelumnya, karena alasan teknis, catatan kaki tdk disertakan.
- Terdapat pemotongan kutipan namun tdk merubah makna alinea ybs.

------------ 0000--------------

Jumat, 15 Januari 2010

Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Qur’an kepada Para Sahabat ?

Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Qur’an kepada Para Sahabat ?

Catatan Penyaji :

Tulisan dibawah ini di kutipdari buku “ Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Quran kepada Para Sahabat ? “ , ditulis oleh Dr. Abdussalam Muqbil Al Majidi. Penerjemah :
Azhar Khalid bin Seff, Lc, MA ; Muh.Hidayat Lc. Editor Bahasa : Zulfikar.
Cetakan Pertama; Sya’ban 1429 H/Agustus 2008 M. Penerbit : PT Darul Falah ,Jakarta.
Dikutip dari hal. 483 s/d hal 495.

Pengajaran Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam tentang susunan Surat Surat Al-Qur,an.

Yang benar adalah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang mengajarkan para shahabat Radhiayallahu Anhum susunan surat Al Qur’an, berbeda dengan anggapan sebagian ulama bahwa susunan setiap surat Al Qur’an itu merupakan hasil ijtihad, hal itu ditunjukkan oleh hal hal sebagai berikut :

1. Turunnya Al Qur’an secara Keseluruhan ke Langit Dunia Menunjukkan Surat Surat nya telah Tersusun

Abu Bakar Al Anbari emnyebutkan dalam kitabnya Ar – Radd, “ sesungguhnya Allah Ta’ala menurunkan Al Qur,an secara keseluruhan ke langit dunia kemudian menurunkannya secara terpisah kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam selama 20 (dua puluh ) tahun. Dan surat-surat itu diturunkan dalam suatu peristiwa ; dan ayat Al Qur’an diturunkan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh orang. Dan malaikat Jibril Alaihissalam memerintahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk meletakkan surat dan ayat itu pada tempatnya.
Maka sempurnanya surat seperti sempurnanya ayat dan huruf hurufnya , semuanya dari Muhammad, penutup para nabi, untuknya salawat dan salam dari Rabb alam semesta, siapa yang mengakhirkan surat yang didepan atau memajukan surat yang di akhir, maka sama saja dia merusak susunan setiap ayat, mengubah setiap huruf , serta kalimat kalimatnya.

Al Karmani mengatakan , “ Susunan surat surat Al Qur’an adalah susunan yang sama dengan Al Qur’an di Lauh Mahfuz, dan Rasulullah Shllallahu Alaihi wa Sallam wajib membacakan Al Qur’an yang sudah terhimpun padanya di hadapan malaikat Jibril Alaihissalam setiap tahun. Dan Rasulullah Shllallahu Alaihi wa Sallam membacanya di tahun beliau wafat sebanyak dua kali. Pada masalah ini dikatakan .

Bukanlah urutan sebab turunnya ayat sebagaimana pelaksanaannya.

Dalampelaksanaan urutan itu disesuaikan dengan wahyu.

Sebagaimana telah tertulis di Lauh Mahfuz Yang paling sempurna..
Afdapun surat-surat (Al Qur’an) lebih berhak untuk diterima.

Dan yang benar dalam ayat ayat telah disepakati (urutannya).


2. Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman , “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di Dadamu) dan (Membuatmu Pandai) Membacanya (Al-Qiyamah : 17)

Ayat ini menjelaskan kepastian bahwa semua kandungan Al Qur’an yaitu susunan huruf huruf , kalimat-kalimat, serta ayat ayatnya adalah tanggungan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Dia yang melaksanakan pengumpulannya. Dia yang mewahyukannya kepada nabinya Shallallahu Alaihi wa Sallam dan yang menjelaskannya kepada seluruh manusia.


3. Hadits Hadits yang Menunjukkan Susunan Al Qur’an.

Dadits yang diriwayatkan dari Aisyah Radhiayallahu Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “ Siapa yang mempelajari tujuh surat pertama (pada sebuah riwayat : tujuh surat yang panjang ) dari Al Qur’an , maka dia adalah ulama “

Hadits ini menjelaskan bahwa susunan surat surat dalam Al Qur’an adalah murni tauqifi.

4. Kepastian keterkaitan dalam susunan .

Maka tidak akan terjadi, bahwa ijtihad para sahabat Radhiyallahu Anhum telah merusak susunan ini. Karena pada kenyataannya sebuah ijtihad tolok ukurnya adalah meletakkan surat atau ayat Madaniah (yang diturunkan pada periode Madinah ) pada kelompok Madaniah , dan kenyataannya tidak seperti itu. Atau meletakkan surat sesuai dengan urutan diturunkannya , dan kenyataannya juga tidak seperti itu. Atau meletakkanya sesuai dengan hukum-hukum fikih atau berdasarkan kisah-kisah dalam Al Qur’an, juga kenyataannya tidak seperti itu. Atau menempatkan surat sesuai dengan panjang dan pendeknya pada nomor-nomor ayat atau jumlahnya, juga tidak seperti itu. Karena itu yang mungkin terpikirkan dalam ijtihad manusia. Maka tidak tersisa kecuali munasabah yang disentuh dari pembentukan ini yang tidak jelas bagi manusia kecuali dengan penelitian yang sangat dalam. Dan sebagian ulama–ulama besar menulis beberapa kitab untuk munasabah ini dan mereka mengelompokkannya dalam kategori mukjizat Al Qur’an.

5. Tiada Hujjah pada Perbedaan Mushaf para Shahabat dalam Hal Susunan Surat-Surat Al Qur’an.

Karena – ketika adanya mushaf mushaf ini - dekat dengan perbedaan mereka tentang jumlah ayat atau dari segi perbedaan beberapa qira’at yang ada karena ketidak sempurnaan Al Qur’an kecuali setelah wafatnya nabi Shallalluhu Alaihi wa Sallam. Bahkan ketidak sempurnaan surat kecuali setelah masa yang cukup lama, sebagaimana yang telah diketahui secara pasti. Dan manusia tidak diharuskan membaca surat-surat secara teratur. Hal itu karena salah seorang dari mereka bila menghafal surat atau menulisnya kemudian keluar berijtihad bersama dalam sariyyah, lalu turun surat lainnya, maka ketika dia pulang, dia akan menghafal apa yang diturunkan setelah dia kembali, dan dia mengikuti apa yang terlewati yang mudah baginya, baik banyak atau sedikit. Dari sinilah, terjadi pengakhiran yang seharusnya berada pada bagian awal dan penulisan di awal yang seharusnya berada pada bagian akhir. Kamudian terjadilah suatu keraguan susunan mushafnya.

Dan setelah membeberkan dalil dalil yang jelas ini, dan mengetahui petunjuk petunjuknya, maka seseorang masih tetap bingung tentang bagaimana menerima pendapat seseorang yang mengatakan ; “ Sesungguhnya penulisan surat-surat dalam Al Qur’an adalah hasil suatu ijtihad”. Karena bagaimana hal itu masuk akal, bahwasanya Nabi Shallalluhu Alaihi wa Sallam membagi setiap mushaf menjadi tujuh bagian yang kurang lebih sama, yang setiap bagiannya meliputi surat-surat tertentu kemudian dikatakan bahwa susunan ini terjadi setelah Nabi Shallalluhu Alaihi wa Sallam wafat.

Dari Aus bin Hudzaifah Radhiyallahu Anhu, dia berkata , “ Kami mengunjungi Rasulullah Shallalluhu Alaihi wa Sallam sebagai utusan dari Tsaqif, lalu kami singgah pada qubbah miliknya, dan beberapa saudara kami yang menyususl singgah pada Mughrirah bin Syu’bah.”
Aus bin Hudzaifah mengatakan, “Dan Rasulullah Shallalluhu Alaihi wa Sallam menemui kami setelah isya’, lalu menyampaikan hadits kepada kami dan memperbanyak haditsnya mengadukan perlakuan orang-orang Quraish. Dan beliau bersabda,” Dan tidak sama, ketika kami di Makkah, kecuali kami lemah dan hina. Ketika kami datang (hijrah) ke Madinah, kadang dalam peperangan kami mengalami kekalahan dan kadang kami mengalami kemenagan . Pada suatu malam Rasulullah Shallalluhu Alaihi wa Sallam lebih cepat berada bersama kami ,sementara-dimalam lainnya-beliau lebih lama berada bersama kami, kami bertanya , “Wahai Rasullullah , engkau lebih cepat berada bersama kami . Beliau menjawab, “ Sesungguhnya ada hizb – ku dari Al Qur’an yang belum kubaca-, maka aku tidak ingin keluar sebelum aku menyempurnakannya”. Maka kami bertanya kepada para shahabat Rasullullah, “Bagaimana beliau meng-hibz Al Qur’an?.Mereka menjawab , “ Beliau meng hibz (mengelompokkkan ) AL Qur’an tiga, lima , tujuh , sembilan, sebelas, dan tiga belas . Beliau mengelompokkkan al mufashhal”.

Hal itu tidak mungkin membaginya secara sama, kecuali yang sesuai dengan susunan mushaf seperti yang ada sekarang. Maka dari sini dapat diketahui, bahwa susunan Al Qur’an pada masa shahabat Radhiyallahu Anhum sangat mashyur seperti susunan yang ada pada masa Nabi Shallalluhu Alaihi wa Sallam.

Rabi’ah pernah ditanya, “Mengapa surat Al Baqarah dan Ali Imran lebih didahulukan, padahal ada 82 surat lebih yang diturunkan sebelum keduanya dan keduanya diturunkan di Madinah ?”. Rabiah menjawab,” Keduanya didahulukan .Al Qur’an ditulis berdasarkan ilmu dari yang menuliskannya. Dan mereka berkumpul untuk menuliskannya dengan pengetahuan ini. Sususnan ini sudah final dan kita tidak boleh bertanya tentang hal ini.”

Iman Malik berkata, “Sesungguhnya Al Qur’an disusun berdasarkan apa yang meraka dengar dari Rasulullah Shallalluhu Alaihi wa Sallam”.

Adapun yang diriwayatkan oleh Hudzaifah Radhiyallahu Anhu yang mengedepankan surat An Nissa daripada surat Ali Imran ketika shalat malam, tidak ada hujjah didalamnya , karena susunan surat ketika tilawah itu tidak wajib , karena tidak merusak susunan Al Qur’an, sebagaimana yang telah kita bahas. Dan ada riwayat yang berbeda dengan riwayat diatas, diwayatkan oleh Abu Dawud, Hudzaifah Radhiyallahu Anhu pada shalat malamnya membaca surat Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa, Al maidah, dan Al- An’am.

Ibnu Hasm mengatakan (dalam rangka menguatkan hal ini), “ Apa yang kami riwayatkan dengan sanad sanad yang sahih bahwa Rasulullah Shallalluhu Alaihi wa Sallam tidak mengenal pemisah surat hingga diturunkan padanya “ Bismillahir Rahmannir Rahim “. Dan diturunkan kepadanya ayat, lalu beliau meyusunnya pada tempatnya. Maka dengan ini benarlah, bahwa susunan ayat ayat dan surat surat diambil dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diturukan kepada malaikat Jibril Aslaihissalam kemudian disampaikan kepada Muhammad Rasulullah Sallalahu Alaihi wa Sallam dengan mutawatir, dan ini juga menjelaskan riwayat yang shahih, bahwa Rasulullah Sallalahu Alaihi wa Sallam membaca Al Qur’an didepan malaikat Jibril setiap malam di bulan Ramadhan, dan dengan ini benarlah bahwa Al Qur’an sudah tersusun seperti yang telah tersusun pada masa Rasulullah Sallalahu Alaihi wa Sallam. Dan sabdanya, “ Aku tinggalkan kepada kalian Ats-Tsagalain ; Kitabullah dan keluargaku”. Dan Rasulullah Sallalahu Alaihi wa Sallam memerintahkan Abdullah bin Amr untuk membaca Al Qur’an pada beberapa hari, dan jangan kurang dari tiga hari. Jika –ketika itu- belum tersusun , bagaimana dapat dibaca atau dikhatamkan dan dapat dihafal ?. Ini suatu yang mustahil dan tidak mungkin, perbedaan ini dimungkinkan karena dua hal :

1. Penggunaan manhaj hadits yang terlewatkan untuk mengupas masalah masalah yang berkaitan dengan ilmu ilmu Al Qur’an. Dan tidak diragukan lagi, bahwa disana terdapat beberapa persamaan antara metode hadits dan metode qira’at. Akan tetapi ada juga beberapa hal yang berbeda.

2. Bahwa susunan ayat ayat dalam suatu surat itu suatu keharusan. Sebabnya jelas, yaitu susunan surat yang terdiri dari beberapa ayat akan rusak tanpa susunan tersebut. Berbeda dengan susunan setiap surat Al Qur’an, karena keharusan susunan untuk hafalan dan bacaan tidak merupakan kewajiban secara syariat dan kenyataannya. Penyebabnya jelas, yaitu tidak merusak susunan Al Qur’an yang terdiri dari beberapa surat.

Perbedaan hanya pada kulitnya saja.

Tiada terlintas sama sekali pada penulis, terjadinya perbedaan pengajaran Nabi Sallalahu Alaihi wa Sallam kepada para shahabat tentang tema ini, dan ini adalah tauqifi. Kecuali Imam Az-Zarkasyi – Rahimahullah- menghukumkan masalah ini ketika beliau mengatakan, “Perbedaan dua kelompok ini adalah perbedaan kulitnya saja, karena orang yang mengatakan dua pendapat tersebut bahwa Nabi Sallalahu Alaihi wa Sallam merumuskan demikian, agar para shahabat mengetahui asbabunnusul ayat dan posisi setiap kalimatnya. Oleh karena itu, Imam Malik mengatakan , “ Mereka menulis (menyusun) Al Qur’an berdasarkan apa yang mereka dengar dari Nabi Sallalahu Alaihi wa Sallam, bersamaan dengan mengatakan , “bahwa susunan setiap surat atas ijtihad para shahabat”. Perbedaan ini kembali kepada pertanyaan,“Apakah susunan itu tauqif qauli atau isnad fi’li ?”

Tidak ada masalah bila membalik susunan surat.

Dan yang zahir dari pengajaran Nabi Sallalahu Alaihi wa Sallam, tidak mengapa dalam membalik susunan surat. Seperti memulai membaca surat yang terakhir dalam susunan mushaf. Karena pada umumnya, seseorang menghafal Al-Mufashshal (misalnya ; Juz Amma).

Adapun yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, beliau ditanya tentang seseorang yang membaca Al Qur’an terbalik. Beliau menjawab,” Hal itu terbalik”. Ucapan beliau ini diartikan terbaliknya ayat, bukan surat. Pandangan ini berbeda dengan Abu Ubaid.

Adapun yang diriwayatkan dari Al Hasandan Ibnu Sirin, “Apakah keduanya membaca Al Qur’an dari awal hingga akhir, dan keduanya memakruhkan setiap wirid?”.

Ibnu Sirin mengatakan, “Susunan Allah lebih baik dari susunan kalian”. Maksud wirid disini, mereka mengada-adakan Al Qur’an jadi beberapa Juz. Setiap Juz terdiri dari beberapa surat yang berbeda dan tidak sesuai dengan susunan Al Qur’an. Dan menjadikan surat surat panjang disatukan dengan surat-surat yang lebih pendek, dan seterusnya hingga mereka mengkhatamkan satu Juz.

Maksud dari memakhruhkan disini sudah jelas, yaitu perbedaan dengan susunan surat surat dalam Al Qur’an Al Karim, dengan keinginan mengkhatamkannya. Dan yang asal adalah mengikuti susunan Al Qur’an ketika membacanya bila hendak mengkhatamkan, berbeda bila dalam kondisi belajar dan mengajar Al Quran.

Catatan :
1. ‘Catatan kaki’ tidak disertakan ,karena alasan teknis,.
2. Sambungan tulisan diatas dengan sub judul “ Pengajaran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam pembagian Hizb Al Qur’an” , Insya Allah akan di up load pada waktunya.

------- 000 -------

Kamis, 07 Januari 2010

Hadits-hadits shahih tentang Al Qur'an

Keutamaan membaca Al Qur’an


Catatan penyaji :

Tulisan dibawah ini dikutip dari buku “Ringkasan RIYADHUSH SHALIHIN” , Penyusun , Imam Nawawi, Peringkas , Syaikh Yususf An-Nabhani. Penerjemah , Abu Khodijah Ibnu Abdurrohim. Editor , Ir. Sumbodo & Eni Oesman BA. Diterbitkan oleh “Irsyad Baitus Salam, Cetakan Pertama : Desember 2006., dimulai dari hal. 160.

A. KEUTAMAAN AL QUR’AN DAN MEMBACANYA.

Allah berfirman :

“Katakanlah ; sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagaian yang lain” (QS, Al-Israa’ 17 – 88 )

Bukhari meriwayatkan dari ‘Utsman ra , ia berkata : “Rasulullah saw bersabda: ‘ Sebaik-baik kalian adalah orang yang mau mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain”.

Muslim meriwayatkan dari Abu Umamah ra , ia berkata : “ Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : “ Bacalah Al Qur’an, sebab kelak pada hari kiamat dia akan datang memberikan syafaat kepada pembacanya.”

Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra , dari Nabi saw, beliau bersabda :” Tidak boleh ada iri, kecuali dalam dua hal, yakni, terhadap seseorang yang diberi kemampuan menghafal Al Qur’an, lalu ia baca, baik pada malam hari maupun siang hari ; dan terhadap seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia infaqkan, baik pada malam hari maupun siang hari”

Bukhari - Muslim meriwayatkan dari ‘Aisyah ra , ia berkata : “Rasulullah saw bersabda : “ Orang yang gemar membaca Al Qur’an dan sudah lihai dalam membacanya kelak akan bersama golongan mereka yang mulia lagi berbakti. Adapun orang yang gemar membaca Al Qur’an, namun dalam membacanya masih terbata-bata, maka ia akan mendapat dua pahala.”

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra , ia berkata : “Rasulullah saw bersabda : “ Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, lalu membaca kitab Allah dan mempelajarinya, melainkan akan turun keterangan kepada mereka ; mereka akan diliputi rahmat ; mereka akan dinaungi para malaikat ; dan Allah akan membanggakan mereka dihadapan malaikat yang ada di sisi-Nya.

Bukhari – Muslim mewriwayatkan dari Ibnu Umar ra ; ia berkata : “ Rasulullah saw melarang seseorang berpergian ke negeri Kuffar dengan membawa Al Qur’an jika dikhawatirkan Al Qur’an resebut dikhawatirkan akan jatuh ke rangan mereka (lalu dlecehkannya.)”


B. KEUTAMAAN SEBAGIAN SURAT DAN AYAT AL QUR’AN

Bukhari meriwayatkan dari Abu Sai’d , Rafi’ bin Mu’alla ra , ia berkata ; “Rasulullah saw pernah berkata kepadaku : “ Maukah kuberitahukan kepadamu surat Al Qur’an yang nilainya paling agung sebelum engkau keluar dari masjid “ . Beliau lalu memegang tanganku . Ketika sudah hampir keluar, aku berkata : ‘ Ya Rasulullah , tadi engkau berkata bahwa engkau akan memberitahukan kepadaku surat Al Qur’an yang nilainya paling agung . ‘Beliau bersabda : ‘ Yaitu surat Al Fatihah ; dialah As Sab’ul Matsaanii (tujuh ayat yang dibaca ber-ulang ulang ) dan Al Qua’anul ‘Azhiim yang diberikan kepadaku.”

Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudry ra , bahwa Rasulullah saw pernah bersabda berkaitan dengan surat Al- Ikhlaash : “ Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya , sungguh surat ini nilainya sama dengan sepertiga Al-Qur’an”. Muslim juga meriwayatkan hadits yang semakna dariAbu Hurairah .

Muslim meriwayatkan dari “Uqbah bin Amir ra ,bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tahukan engkau surat yang diturunkan pada malam ini yang tiada bandingannya dari surat lainnya ?. Surat tersebut adalah Al- Falaq dan An -Naas.”

Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Badry ra , dari Nabi saw , beliau bersabda : “ Barang siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka sudah cukup baginya.”

Ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah akan menyebabkan pelakunya akan terjaga dari segala hal yang tidak disukainya sepanjang malam itu ; dan ada yang mengatakan bahwa sudah cukup memadai baginya jika ia tidak bangun malam untuk membaca Al Qur’an . Demikianlah sebagaimana yang dikatakan Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin . Adapun dua ayat yang dimaksud adalah :

Aamanar rosuulu bimaa unzila ilaihi mir robbihii wal mu’minuun, kullun aamana bilaahi wa malaa’ikatihi wa kutubihi wa rusulih, laa nufariqu baina ahadim mir rusullih, wa qooluu sami’naa wa atho’naa ghufroonaka robbanaa wa ilaikal mashiir. Laa yukalifulloohu nafsan illa wus’ahaa, laha maa kasabat wa ‘alaihaa maktasabat, robbanaa laa tu’aakhidzna in nasiina au akhtho’naa, robbanaa wa laa tahmil ‘alainaa ishron kamaa hamaltahuu ‘alal ladzina min qoblinaa, robbanaa wa laa tuhammilnaa maa laa thooqota lanaa bih, wa’fu ‘annaa waghfir lanaa warhamnaa, anta maulaanaa fanshurnaa ‘alal qoumil kaafirin.

“Rasul telah beriman kepada Al- Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabb nya, demikian pula orang-orang yang beriman . Semuanya beriman kepada Allah , malaikat malaikat Nya, kitab kitab Nya, dan rasul rasul Nya.. (Mereka mengatakan) : ‘Kami tidak membeda – bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul Nya, dan mereka mengatakan : “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka ber doa’) : “ Ampunilah kami, ya Rabb kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali”. Allah tidak membebani seseorang , melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari keburukan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa ) : “ Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah . Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami , janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami untuk menghadapi kaum yang kafir. “

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, sebab setan itu akan menjauh dari rumah yang dibacakan surat Al Baqarah di dalamnya”

Muslim meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab ra , ia berkata : “ Rasulullah saw bersabda : “ Ya Abu Mundzir, tahukah engkau ayat manakah dari Al Qur’an yang sudah engka hafal seluruhnya yang nilainya paling agung ?”. Aku menjawab ; “ Ayat Kursi”. . Beliau menepuk dadaku seraya bersabda : “ Semoga ilmu yang kau miliki membuatmu senang, wahai Abdul Mundzir”.

Muslim meriwayatkan dari Nawwas bin Sam’an ra , ia berkata : “ Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : “ Kelak pada hari Kiamat , Al Qur’an beserta mereka yang mengamalkannya di dunia akan didatangkan, sementara surat Al Baqarah dan Ali Imran berada di barisan terdepan, keduanya saling beradu argumen berkaitan dengan masalah para pengamalnya.”

Muslim meriwayatkan dari Abu Darda’ ra ra , bahwa Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa yang hafal sepuluh ayat pertama dari surat Al Kahfi, maka ia akan dipelihara dari fitnah dajjal”. Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan “... sepuluh surat terakhir dari surat Al Kahfi’.

Muslim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra , ia berkata : “Suatu ketika saat Jibril duduk di dekat Nabi Muhammad saw , tiba tiba terdengar suara dari atas . Jibril pun menengok ke atas , lalu berkata “ itu adalah derit pintu langit yang dibuka pada hari ini . Pintu itu sama sekali belum pernah dibuka , kecuali hanya pada hari ini “. Dari pintu itu lalu turun seorang malaikat . Jibril berkata lagi : “ Malaikat ini belum pernah turun ke bumi, kecuali hanya pada hari ini”. Malaikat yang turun tersebut lalu mengucapkan salam dan berkata kepada Nabi Muhammad saw: “ Bergembiralah engkau dengan dua cahaya yang telah diberikan kepadamu yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelum mu, yakni surat Al Fatihah dan beberapa ayat terakhir dari surat Al Baqarah. Tiada satu hurufpun (yang mengandung doa) darinya yang engkau baca, melainkan pasti akan dijabah untukmu”.

Senin, 04 Januari 2010

Selamat Tahun Baru.

Assalamualaikum ww.

Saya menyampaikan Selamat Tahun Baru kepada semua pengunjung, baik Tahun Baru Islam maupun Tahun Baru Masehi.
Pada kesempatan ini saya juga mohon maaf karena Blog ini sudah cukup lama tidak di up date, satu dan lain hal karena adanya kegiatan dimana harus fokus dan serius dalam menanganinya, sehingga terpaksa hal-hal lain saya kesampingan lebih dahulu. Alhamdullillah sekarang saya lebih longgar waktunya, dan akan meng-update kembali blog ini.

Wassalam,

Jenggala.

Senin, 20 Juli 2009

Misteri angka dalam mukjizat matematika Al Qur'an

MISTERI ANGKA DALAM MUKJIZAT MATEMATIKA AL-QUR’AN.

Catatan Penyaji :

Viewers,
Dimohon sebelum membaca tulisan Bagian V ini , terlebih dahulu membaca Bagian I s/d Bagian IV , satu dan lain demi dipahaminya kaidah dalam penyusunan angka dari ayat-ayat yang di contohkan.
Wassalam.

Jenggala.

Bagian V.

3.1.3. Ayat yang Paling Agung dalam Al-Qur’an.

Rasulullah Muhammad saw menjelaskan kepada kita bahwa ayat yang paling agung di dalam Al-Qur’an adalah Ayat Kursi (QS. Al-Baqarah ; 2 : 255) :

Literasinya sebagai berikut :

Allahu la illaha illa hu, al-hayyul-qayyum, la ta’khuzuhu sinatuw wa la naum, lahu ma fis-samawati wama fil-ard, man zallazi yasyfau ‘indahu illa bi iznih, ya’lamu ma baina aidihim wa ma khalfahum wa la yuhituna bi syai’im min ‘ilmihi illabima sya’ ,wa si’a kursiyyuhus - sama wati wal-ard, wa la ya’uduhu hizuhuma , wa huwal-‘aliyyul-‘azim.

-wa--sinatuw---ta’khuzuhu--la---alqayum---alhayyu---huwa--illa--illaha---La---Allahu-

-0-------3-----------2----------2---------4--------------4-------1------3-------3-----2---------4


---------man---alard---fi---ma---wa---as samawati---fi---ma---lahu---naum----- la----

----------2--------4------1----2-----0-----------4----------1----2--------2-------2------- 2-


-wa---aidihim---baina---ma---ya’lamu---biiznih---illa--indahu--yashfau--allazi---za--

-0--------5----------3-------2--------3----------4--------3-----------2---------1--------3----1


-sya’---bima---illa---ilmihi---min---bisyai’im---yuhituna---la---wa--khalfahum---ma-

--1------3-------3--------3--------2----------2------------4--------2-----0---------3----------2


-hizuhuma---ya’udhuhu---la---wa---al ard---wa---as samawati---kursiyyuhu---Wasi’a---

-----4--------------2----------2-----0------4-------0-----------4-----------------4-----------1--


------------------------------------al-a’zim--------al-a’liyu-----huwa-----wa--------

----------------------------------------4-------------------4----------1---------0-----

Bilangan yang mewakili penyebaran huruf huruf basmallah dalam Ayat Kursi :

44104220404411333242032053234321312412041222203224413324. Bilangan ini kelipatan 7.

Hasil numerik yang pasti ini menegaskan bahwa huruf huruf basmallah memiliki sistem yang mewujud pada ayat-ayat Al Qur’an yang paling agung.

3.1.4. Jalinan Numerik Basmallah.

Sebagaimana telah kita lihat pada bagian-bagian terdahulu, kemukjizatan basmallah tidak terbatas pada huruf-huruf dan kata-kata nya saja, tapi juga pada keterikatannya dengan ayat-ayat Al Qur’an lain dalam jalinan numerik yang beragam dan rumit. Yang menampilkan keagungan struktur numerik yang mengagumkan dalam Al Qur’an.

Untuk melihat keterkaitan basmallah dengan seluruh ayat Al Qur’an diperlukan banyak penelitian. Sekarang saya pilih dua contoh saja, surah pertama dan terakhir. Kita mulai dengan kaitan basmallah dengan ayat yang langsung mengiringinya.

Pertama, surah pertama diawali dengan :

Bismillahirrahmannirrahim---Alhamdulillahhirrabbilalamin.

Kedua, surah terakhir diawali dengan :

Bismillahirrahmannirrahim---Qulauzubirrabbinnas.

Saya membatasi diri pada kata pertrama dan terakhir pada setiapayat, sambil menegaskan bahwa setiap kata mengandung mukjizat. Tapi saya selalu memilih surah pertama dan terakhir serta kata pertama dan terakhir agar pembaca tidak menyangka bahwa proses ini dilakukan secara kebetulan.

Kata pertama basmallah adalah Bismi yang terulang dalam Al Qur’an sebanyak 22 kali., sedangkan kata akhirnya adalah ar-Rahim yang terulang dalam Al Qur’an sebanyak 115 kali.

Ayat kedua al- Fatihah adalah Alhamdulillahhirrabbilalamin. Kata pertamanya adalah Alhamdu, terulang dalam Al-Qur’an sebanyak 38 kali. Dan kata terakhirnya adalah al-Alamin terulang dalam Al Qur’an , terulang sebanyak 73 kali.

Dalam jalinan ke empat bilangan ini kita akan melihat perbandingan numerik yang selalu sesuai angka 7. Seolah kita berhadapan dengan jalinan angka yang sangat rumit,dimana angka-angka saling bercampur, terikat dan berkelindan satu sama lain, tapi senantiasa menghasilkan bilangan kelipatan 7. Mari kita lihat :

Perbandingan pertama :
Kata pertama dan terakhir dalam basmallah terulang sebanyak 115 dan 22 kali. Bilangan yang mewakali deretan angka-angka ini : 11522. Sebuah kelipatan 7.

--------------------------------164 x 7 = 11522.-------------------------------

Kita telah melihat keterikatan ini di bagian terdahulu.

Perbandingan kedua :
Dalam firman Allah swt Alhamdulillahhirrabbilalamin, kita dapati kata pertama dan terakhirnya terulang sebanyak 73 dan 38 kali. Dengan menderetkan angka ini, kita memperoleh angka 7338. Jika kita membaca bilangan ini secara terbalik, nilainya menjadi 8337. Bilangan ini juga keliapatan 7.

------------------------------ 1191 x 7 = 8337.--------------------------------

Tentu pembaca bertanya-tanya ; mengapa kita membaca bilangan itu secara terbalik ?. Apa alasannya ?. Jika kita merenungi ayat-ayat Al Qur’an, akan kita dapati kandungan makna yang saling berhadap-hadapan juga. Dalam Bismillahirrahmannirrahim kita dapati sifat rahmat tersingkap dalam nama-nama dan sifat Allah swt. Rahmat berasal dari Khaliq bagi makhluk . Sedangkan pada ayat Alhamdulillahhirrabbilalamin kita dapati sifat pujian . Pujian berasal dari makhluk bagi Khaliq . Jadi kita mendapati arah yang berhadap-hadapan secara linguistik, yang di-iringi arah yang berhadap-hadapan secara numerik. Wallahu a’lam.

Mari kita rangkum hasil yang penting ini :

-----------Alhamdulillahhirrabbilalamin--------Bismillahirrahmannirrahim-------------

------------ 73----------------------- 38 ← ------- → 115-------------------22--------------

Dibaca dari kanan ke kiri Dibaca dari kiri ke kanan

Perbandingan ketiga :
Jalinan antara angka angka ini sangat menakjubkan. Kita memiliki 4 angka saja. Tapi , bagaimana pun kita menderetkan nya, kita akan memperoleh bilangan kelipatan 7.

--al‘Alamin----rabbi----Allah----Alhamdu----arrahim----arrahman----Allah----Bismi----

------73-----------------------------------38----------115-----------------------------------22--
Sekarang kita lihat pengulangan kata pertama dari ayat pertama dengan kata pertama dari ayat kedua

-----------------------------------Alhamdu-------Bismi-------------------------------

--------------------------------------38-------------22------------------------------

Bilangan 3822 adalah kelipatan 7 : 546 x 7 = 3822.

Jadi kata pertama dari ayat pertama terkait dengan kata pertama dari ayat kedua dengan ikatan yang berbasis angka 7.

Perbandingan keempat :
Pengulangan kata terakhir dari ayat pertama dengan kata terakhir dari ayat kedua :

--------------------------------al’Alamin---------Ar-Rahman-------------------------

------------------------------------73-------------------115-------------------------

Bilangan 73115 adalah kelipatan 7 : 10445 x 7 = 73115.

Jadi kata terakhir dari ayat pertama terikat dengan kata terakhir dari ayat kedua dengan ikatan yang berbasis angka 7 juga.

Perbandingan kelima :
Pengulangan kata pertama dari ayat pertama dengan kata terakhir dari ayat kedua :

--------------------------------al’Alamin----------Bismi-----------------------------

------------------------------------73-----------------22----------------------------

Bilangan 7322 juga kelipatan 7 : 1046 x 7 = 7322

Artinya relasi kelipatan 7 berlaku juga bagi kaitan antara kata pertama ayat pertama dengan kata terakhir ayat kedua.

Perbandingan keenam :
Pengulangan kata terakhir ayat pertama dengan kata terakhitr ayat kedua

----------------------------Alhamdu-----------Ar-Rahman-----------------------------

------------------------------ 38-------------------115------------------------------

Bilangan 38115 juga kelipatan 7: 5445 x 7 = 38115.

Kita telah melihat 6 (enam) perbandingan numerik di kedua ayat ini.

Ini memastikan bahwa kebetulan tidak mungkin berperan dalam sistem numerik ini. Tapi, orang yang meragukan Al Qur’an mungkin tetap gelap mata dan menyatakan bahwa sistem yang sangat teratur ini terjadi karena kebetulan.

Meskipun orang yang berakal tidak mungkin percaya bahwa kebetulan dapat terulang-ulang dalam cara yang luar biasaini, kita akan menganalisa surah terakhir dalam Al Qur’an untuk melihat semua sistem ini terulang secara sempurna tanpa kekurangan sedikitpun. Mari kita lihat perbandingan ketujuh, mencermati, membandingkan, dan merenungkannya.

Perbandingan ketujuh.
Kita telah melihat keselarasan yang luar biasa antara basmallah, dengan ayat berikutnya dalam surah pertama Al Qur’an. Bagaimana denga surah terakhir ?. Apakah sistem yang sama berlaku dan menjadi saksi bagi kekuasaan Allah swt yang telah menghitung builangan segala sesuatu ?.

Surah terakhir adalah An Nas. Mari kita tulis basmallah bersama ayat berikutnya didalam surah ini, dan dibawahnya kita tuylis jumlah pengulangan kata pertama dan terakhir sebagaimana kita lakukan pada bagian terdahulu.

Di dalam firman Allah swt : Qul a’uzu bi rabbin nas. Kita dapati kata pertamanya adalah Qul, terulang di dalam Al Qur’an sebanyak 332 kali, dan kata terakhirnya annas terulang 241 kali.

------------an-nas----------bi rabbi------a’uzu--------Qul--------------------------

--------------241------------------------------------------332-------------------------

Jika kita deretkan kedua angka ini, kita dapati angka kelipatan 7 dari 2 (dua) arah :

------------34476 x 7 = 241332 ------ dan------3306 x 7 = 233142-------

Pertanyaannya : Mengapa angka-angka ayat ini dapat dibaca dari dua arah ?.

Jika kita mencermati ayat ini,kita dapati , ia berkaitan dengan Khaliq dan makhluk sekaligus. Kata Qul adalah perintah Illahi kepada Rasulullah saw. Sedangkan meminta perlindungan dilakukan oleh makhluk kepada Allah swt. Jadi kita melihat 2 arah, perintah Illahi dari Khaliq kepada makhluk serta upaya makhluk meminta perlindungan kepada Nya. Dengan kata lain, perintah berasal dari Khaliq kepada makhluk , sedangkan meminta pertolongan berasal berasal dari makhlukkepada Khaliq. Karenanya angka ini selaras dengan angka 7 dari 2 arah. Wallahu a’lam.

Sekarang mari kita lihat ke empat angka ini :

----an nas-----bi rabbi----a’uzu-----Qul----arrahim----arrahman----Allah----Bismi----

------241-------------------------------332------115----------------------------------22-

--------------------------241 - 332 - 115 - 22-----------------------------------

Angka angka ini selaras dengan angka 7 bagaimanapun kita menderetkannya. Mari kita lihat jalinannta pada perbandingan berikut :

Perbandingan kedelapan.
Kita lihat pengulangan kata pertama dari ayat pertama dengan kata pertama dari ayat kedua :

-------------------------------Qul--------Bismi--------------------------------------

-------------------------------132-----------22--------------------------------------

Bilangan 33222 adalah kelipatan 7 : 4746 x 7 = 33222

Perbandingan kesembilan.
Pengulangan kata terakhir ayat pertama dengan kata teralhir ayat kedua

--------------------------an-nas-------arrahim---------------------------------------

----------------------------241-----------115----------------------------------------

Bilangan 241115 juga kelipatan 7. 34445 x 7 = 241115.

Perbandingan kesepuluh .
Pengulangan kata pertama ayat pertama dengan kata terakhir ayat kedua :

--------------------------an-nas------- Bismi----------------------------------------

---------------------------241------------22----------------------------------------
Bilangan 24122 juga kelipatan 7. 3446 x 7 = 24122.

Pada perbandingan perbandingan ini , kita hanya menganalisa pengulangan 6 kata di dalam Kitabullah. Kita telah melihat jalinan yang sangat indah dari kesesuaian-kesesuaian dengan angka 7 dalam bentuk yang selaras dengan makna ayat. Pertanyaannya ; bagaimana jika kita mempelajari seluruh kata dalam Al Qur’an yang mencapai lebih dari 70.000 kata ?. Saya yakin , jika seluruh manusia mendedikasikan diri untuk menulis seputar mukjizat dan pesona Al Qur’an , maka mukjizat itu tidak akan habis. (bersambung).

Sabtu, 20 Juni 2009

Misteri Angka dalam Mukjizat Matematika Al Qur’an

Misteri Angka dalam Mukjizat Matematika Al Qur’an.



Catatan penyaji :
Disarankan kepada viewers sebelum membaca Bagian IV ini membaca terlebih dahulu Bagian I s/d III agar lebih memahami isi tulisan ini-
Wass. Jenggala.

Bagian IV.

3.1.2. Basmallah- basmallah yang bernomor.

Di dalam Al Qur’an kita menemukan 114 lafal basmallah. Semuanya tidak bernomor, kecuali di 2 tempat: Yang pertama adalah ayat pertama al-Fatihah, nomornya 1 , dan yang kedua adalah firman Allah swt di dalam surah an-Naml, “ Innahu min Sulaimana wa innahu bismillahir-rahmanir rahim”. Nomor ayat ini :30. Kedua ayat menformat bilangan 301. Juga kelipatan 7. ------- 43 x 7 = 301.
Masih ada relasi lain di antara surah al-Fatihah dengan an-Naml, yakni dari segi nomor masing-masing surah dan jumlah ayatnya.

----------------an-Naml--- → → ---------------- al-Fatihah------------------
Jumlah ayat--------Nomor Surat--------------Jumlah ayat-------Nomor Surah------
-----93-----------------27--------------------------- 7--------------------1--------

Bilangan 932771 adalah kelipatan 7 : 133253 x 7 = 932771.
Surat at-Taubah tidak memuat ayat basmallah. Karena itu, kita dapati relasi terbalik dengan surah al-Fatihah. Maksud saya, kita harus membaca bilangan yang mewakilinya secara terbalik.

---------------At-Taubah --------- ← ← ---------al-Fatihah----------------------
----Jumlah ayat---------Nomor Surat-------Jumlah ayat---------Nomor Surah---------
--------129-------------------9----------------------7-----------------------1-------

Kita baca bilangan ini dari kanan ke kiri, sehingga bernilai : 179921. Bilangan ini kelipatan 7 . 25703 x 7 = 179921.
Karena an –Naml adalah surah satu-satunya yang menyebut basmallah dua kali, maka kita akan mendapati relasi antara angka ayat pertama dan ayat terakhir dalam surah ini. Jumlah ayat surah ini adalah : 93. Nomor ayat pertama adalah : 1. Dan nomor ayat terakhir adalah 93.

---------Nomor ayat terakhir----------Nomor ayat pertama---------------------------
-------------------93---------------------------------1------------------------------

Bilangan yang mewakili nomor ayat pertama dan terakhitr surat an-Naml adalah kelipatan 7 dua kali. 19 x 7 x 7 = 931.
Kita ingat bahwa basmallah terulang dua kali di dalam surah ini. Dan lihatlah , hasil pembagian terakhir adalah 19, sama dengan jumlah huruf basmallah.

3.12.1. Keterikatan Basmallah dengan al-Mu’awwidzatain.

Dalam basmallah kita dapati makna meminta pertolongan dan perlindungan Allah swt. Karena itu kita akan menemukan sistem yang mencengangkan dalam huruf-huruf basmallah dalam sura al-Falaq dan surah an-Nas.

Surah al-Falaq.
Salah satu keajaiban basmallah adalah keterikatan huruf-hurufya dengan surah-surah Al-Qur’an. Inilah yang kita temukan pada penyebaran huruf-huruf basmallah di dalam al-Mu’awwidzatain. Mari kita mulai menganalisa dengan surah al-Falaq terlebih dahulu dengan menghitung jumlah huruf basmallah yang dimuat oleh masing-masing katanya

--khalaq---ma-----syarri-----min-----al-falaq----bi-rabbi-----a’uzu------Qul--------
------1------2---------1--------2------------3-----------3------------1-----------1--

syarri-----min-----wa-----waqab-----iza-----gasiqin-----syarri------min------wa-----
----1---------2-------0---------1--------2-----------2-----------1---------2--------0


-hasad--iza--hasidin--syarri---min---wa---al-uqad---fi---al-naffasati----------------
---2------ 2-------3--------1-------2-----0----------2----1----------------3---------

Bilangan yang sangat besar, yaitu : 22312021312012212012123311, yang mewakili penyebaran huruf-huruf basmallah di dalam surah ini adalah kelipatan 7. Bilangan ini sama dengan : 3187431616001744573160473 x 7.

Kita dapat membagi surah ini menjadi dua bagian., yaitu: meminta perlindungan kepada Allah swt, yakni pada firman –Nya : Qul auzu bi-rabbilfalaq. Meminta pertolongan dari kejahatan makhluk-makhluk Allah swt,yakni pada firman : min syarii ma khalaq – wa min syarii gasiqin iza waqab - wa min syariil-naffasati fil-uqad wa min syarii hasidin iza hasad.

Yang menakjubkan, kita mendapati sistem numerik kelipatan 7 berlaku juga pada kedua bagian ini.Mari kita periksa :

-----al-falaq--------bi-rabbi--------a’uzu--------Qul------------------------------
---------3----------------3---------------1-----------1------------------------

Bilangan yang mewakili huruf huruf basmallah dibagian ini adalah 3311. Bilangan ini kelipatan 7. 473 x 7 = 3311.
Sekarang mari kita periksa bagian yang ke dua :


-----------khalaq---------ma--------syarri---------min------------------------------
--------------1-------------2-------------1-------------2---------------------------

--syarri----min-----wa-----waqab-----iza-----gasiqin-----syarri------min-----wa------
-----1--------2-------0---------1-------2-----------2----------1----------2--------0-

-hasad----iza-----hasidin----syarri----min----wa----al-uqad----fi----al-naffasati--
--2--------2----------3----------1-------2------0---------2---------1---------------3

Bilangan 2231202131201221201212 yang mewakili penyebaran huruf-huruf basmallah pada bagian ini juga kelipatan 7.

------- 318743161600174457316 x 7 = 22312021131201221201212-----------------------

Bagian kedua yang mengandung makna meminta pertolongan dari kejahatan makhluk Allah swt juga dapat kita bagi menjadi dua bagian lagi.
Pertama ,meminta perlindungan dari makhluk-makhluk jahat.. Dalam surah ini, kita meminta perlindungan Allah swt dari makhluk yang jahat pada malam hari yang gelap gulita dengan firman Nya : min syarii ma khalaq – wa min syarii gasiqin iza waqab.
Kedua , meminta perlindungan dari kejahatan perbuatan makhluk, yaitu perbuatan para penyihir yang membuat sihir lewat hembusan dan tiupan dengan simpul-simpul yang mereka buat untuk membahayakan manusia ,juga dari perbuatan perbuatan orang-orang yang iri pada karunia Allah swtyang Dia berikan kepada orang lain , dalam firmannya : - wa min syariil-naffasati fil-uqad wa min syarii hasidin iza hasad.

Yang menakjubkan , kita juga mendapati sistem yang sama juga berulang pada kedua bagian ini
Bilangan yang mewakili bagian pertama adalah : 1221201212. Ini keluipatan 7. →174457316 x 7 = 1221201212.
Adapun bilangan yang mewakili bagian kedua : 223120213120. Ini kelipatan 7 .→ 31874316160 x 7 = 223120213120

Sistem yang sangat teratur ini tidak mungkin terjadi karena kebetulan belaka, melainkan dari sisi Allah swt. Agar kita bertambah yakin akan ke agungan mukjizat ini , marilah kita menghitung kata-kata dan mengklasifikasikannya berdasarkan jumlah huruf basmallah yang dimuatnya. Di dalam surah ini terdapat kata kata yang memuat 1 huruf basmallah saja, seperti kata Qul , waqab , ‚a’uzu.. dan seterusnya, jumlahnya ada 9. Juga ada kata-kata yang memuat 2 huruf basmallah, seperti bi-rabbi dan min . Jumlahnya ada 10. Sedangkan kata-kata yang memuat 3 huruf basmallah, seperti Ilahi, jumlahnya 4. mari kita tulis data ini kedalam tabel :

----Tiga huruf------Dua kata -------Satu ayat----------------------------------------
----------4---------------10------------------9--------------------------------------

Bilanagan 4109 adalah kelipatan 7 : → 587 x 7 = 4109.

Sekarang mari kita ajukan pertanyaan kepada orang-orang yang tidak menerima mukjizat angka, mungkinkan menyebar huruf–huruf basmallah dalam surah al-Falaq dengan sistem berbasis angka 7, lalu menyebar huruf-huruf basmallah pada setiap bagian surah dengan sistem yang sama , dan setelah itu mengatur jumlah huruf-huruf basmallah yang dimuat oleh kata kata surah ini dengan sistem yang sama juga adalah suatu kebetulan ?.
Jika semua ini adalah kebetulan yang berulang ulang dalam surah al-Falaq, mungkinkan terulang-ulang juga secara sempurna di dalam surah an-Nas ?. Ini bukan kebetulan. Ini mukjizat.

Surah an-Nas.

Sekarang mari kita mengulang langkah-langkah terdahulu pada surah terakhir dalam Al-Qur’an. Mari kita tulis surah an-Nas dan dibawahnya kita tulis jumlah huruf basmallah yang dimuat masing-masing kata.

alkhannas-alwaswasi-syarri-min-annas-Ilahi-annas-maliki-annas-birabbi-a’uzu--Qul----
----5-------------5------1------2------5-------3-----5--------2------5------3--------1------1

annas-----wa-----al-jinnati------mina------annas------suduri-----fi-----yuwaswisu-----Allazi--
5------------0----------4------------2-----------5------------1--------1-------------3-------------3

Bilangan yang mewakilinya : 504251133551253525311, ini adalah kelipatan 7.→ 72035876221607646473 x 7 = 504251133551253525311.

Didalam surah ini juga kita mendapati dua bagian. Pertama, meminta perlindungan kepada Allahswt dalam firman-Nya: Qul auzubirrabbinnas malikinnas illahinnas. Kedua, meminta perlindungan dari setan , dalam firman-Nya : Minsyarril waswasil khannas – allazi yuwaswisufisudurinnas- minaljinnatiwannas.

Di kedua bagian ini kita dapati perulangan sistem kelipatan 7.

-an-nas----Ilahi----an-nas----maliki----an-nas----bi-rabbi----a’uzu-----Qul--------
----5----------3----------5-----------2-----------5-----------3--------1---------1-

Bilangan 53525311 bisa dibagi 7 tanpa sisa. → 7646473 x 7 = 53525311

Sistem yang sama pada bagian kedua.

--al-khannas-----al-waswasi------syarri-------min---------------------------------
-------5---------------5-----------------1-----------2------------------------------

-annas---wa---al-jinnati---mina---an-nas---suduri---fi---yuwaswisu---Allazi--------
----5------0---------4----------2---------5---------1-----1-----------3----------3---

Bilangan : 50425113353525311 juga kelipatan 7.→ 720358762216 x 7 = 50425113353525311.

Sekarang mari kita mengklasifikasi kata-kata dalam surah an-Nas berdasarkan jumlah huruf basmallah yang dimuatnya sebagaimana kita lakukan pada surah terdahulu. Kita akan dapati ada kata yang memuat 1 , 2 , 3 , 4 dan 5 huruf basmallah, sebagai berikut :

Jumlah kata yang memuat 1 huruf basmallah : 5 buah
Jumlah kata yang memuat 2 huruf basmallah : 3 buah
Jumlah kata yang memuat 3 huruf basmallah : 4 buah
Jumlah kata yang memuat 4 huruf basmallah : 1 buah
Jumlah kata yang memuat 5 huruf basmallah : 7 buah

------5 huruf-----4 huruf ------3 huruf -------2 huruf-------1 huruf----------------
----------7-----------1---------------4-----------------3--------------5-------------

Bilangan : 71435 adalah kelipatan 7. → 10205 x 7 = 71435.

Hasil-hasil ini menegaskan bahwa Allah swt telah mengatur huruf huruf basmallah dalam ayat-ayat dan surah-surah kitab Nya dengan sistem yang sangat rapi. Agar kita bertambah yakin pada sistem Ilahi ini, mari kita beralih pada ayat yang paling agung dalam Al-Quran, untuk melihat bagaimana huruf huruf basmallah tersingkap di dalam setiap kata dalam ayat yang paling agung ini dengan sistem yang berbasis angka 7. (Bersambung ).