Jumat, 11 Juni 2010

Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Qur’an kepada Para Sahabat ? . (Lanjutan).

Pengajaran Rasullllah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam Pembagian Hizb Al Qur’an.

Yang dimaksud dengan Hizb.

Yang dimaksud dengan Hizb disini adalah bagian yang harus dibaca seseorang. Dan Hizb ini terdiri dari gabungan surat surat atau ayat yang harus dibaca atau dihafal oleh seseorang.
Dan ahzab bentuk plural dari hizb diambil dari ucapan hizb fulan, yakni kelompoknya. Hizb adalah sekelompok (surat atau ayat) dari Al Qur’an.
Bisa juga disebut juz , karena Al Qur’an dijuzkan , yakni bagian.
Bisa juga disebut wird . Wird berarti menuju air. Karena Al Qur’an menghilangkan hausnya hati.

Bagimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkannya ?

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan para shahabat untuk menghimpun Al-Qur’an menjadi beberapa hizb , atau beberapa juz, atau beberapa wird, agar membuat mereka lebih bersemangat membaca Al-Qur’an , menghafalkannya , mengulang hafalannya, dan membacanya secara berulang-ulang.

Dari Aus bin Hudzaifah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, „ Kami mengunjungi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai utusan Tsaqif , lalu kami singgah pada sebuah qubbah miliknya dan saudara saudara kami yang menyusul singgah pada Mughirah bin Syu’bah “.
Aus bin Hudzaifah mengatakan, “ Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menemui kami setelah isya’, lalu menyampaikan hadist kepada kami dan memperbanyak hadistnya mengadukan perlakuan orang orang Quraisy. Dan beliau bersabda ,” Dan tidak sama. Ketika masih berada di Makkah kecuali kita lemah dan hina. Ketika kita datang (hijrah) ke Madinah . kadang kita kalah dan kadang kita menang dalam peperangan.”. Pada suatu malam kehadiran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lebih singkat bersama kami, -dan dimalam lain - beliau lebih lama bersama kami, lalu kami bertanya, “Wahai Rasulullah, engkau cepat bersama kami.”. Beliau menjawab , “Sesungguhnya ada hizb-ku dari Al Qur’an - yang belum dibaca - , maka aku tidak ingin keluar sebelum aku menyempurnakannya”. Maka kami bertanya kepada para shahabat Rasulullah, bagaimana beliau meng-hizb Al-Qur’an ?. Mereka menjawab, “Beliau meng-hizb Al-Qur’an , tiga , lima, tujuh , sembilan , sebelas dan tiga belas. Dan beliau mengelompokkan Al-Mufashshaf”.


Dalam riwayat Ath-Thabrani pada yang disebut oleh Al-Iraqi, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaginya menjadi tiga”. Dan dia menyebutnya hadits marfu.

Dalam riwayat-riwayat ini , pembagian Al-Qur’an disandarkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Dan pada riwayat Ibnu Majah, Aus berkata, “Maka aku bertanya kepada para shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam , bagaimana kalian membagi Al-Qur’an ?.
Disini pembagian Al-Qur’an disandarkan kepada para shahabat, bukan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ini menunjukkan bahwa mereka (para shahabat) telah mempelajari pengelompokkan Al-Qur’an dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga Mengajarkan Para Shahabat untuk Menentukan Hizb Al-Qur’an secara berkesinambungan .

Jika waktu (membaca) hizb - nya telah habis, seseorang harus membacanya bagaimanapun kesibukannya. Seperti dalam sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya ada hizb-ku dari Al-Qur’an (yang belum dibaca) , maka aku tidak ingin keluar sebelum aku menyempurnakannya “.

Cara Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengelompokkan Al-Qur’an

Dari beberapa riwayat diatas jelaslah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membagi Al-Qur’an menjadi tujuh hizb, dan setiap hizb tersebut adalah satu tempat dari tujuh tempat.

Adapun yang diistilahkan oleh para ulama sekarang , pembagian Al-Qur’an menjadi 30 hizb yang mereka menamakan juz, karena bagian pertama bagian Al-Qur’an dengan huruf huruf pembagian 28 , 30 dan 60. Ini yang merupakan bagian pertama juz-juz dan hizb-hizb ditengah-tengah surat atau ditengah-tengah tema, atau yang sejenis terjadi pada masa Al-Hajjaj dan setelahnya. Diriwayatkan bahwa Al-Hajjaj memerintahkan hal itu, dan tersebar diwilayah Iraq. Sedangkan penduduk Madinah (ketika itu) belum mengetahui pembagian ini.

Dan juz-juz itu populer dengan 30 juz sebagaimana pada ‘rubu-rubu’ karena kurikulum dilembga-lembaga pendidikan dan tempat-tempat lainnya.

Dan karena pembagian hizb ini sudah ada, maka seseorang pasti akan memimpikan agar pencetakan pencetakan Al-Qur’an melihat kembali masalah ini , dan diisyaratkan bersamaan dengan ini apa yang dapat menunjukkan pembagian Al-Quran menjadi tujuh bagian , dan menjelaskan bahwa itu adalah pembagian cara Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dan pembagian ini antara empat atau lima juz dengan istilah sekarang. Dan diantara faidah yang besar adalah tidak sesuai dengan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat Radhiyallahu Anhum dalam pembagian hizb mereka, bahwa pembagian hizb berdasarkan surat itu adalah mengikuti contoh yang paling sempurna.

Dan hadits Aus sesuai dengan makna hadits Abdullah bin AMR Radhiyallahu Anhuma yang menerangkan bahwa yang sunnah menurut mereka adalah mengkhatamkannya dalam tujuh hari. Oleh karena itu , maka mereka membagi nya dalam tujuh hizb. Mereka tidak menjadikannya tiga atau lima. Ini menerangkan bahwa mereka membaginya berdasarkan surat-surat. Dan ini diketahui dengan cara mutawatir.

Ada juga pembagian Al-Qur’an secara Ruba’i.

Hal ini memungkinkan dari segi teoritis, bukan dari segi tilawah. Akan tetapi, ini disesuaikan dengan pembagian secara suba’i (terdiri dari tujuh). Dan yang menunjukkan tauqifi-nya susunan surat-surat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menyabdakannya, ”Aku diberikan tempat Taurat yang As-Sab’, aku diberikan tempat Zabur yang Mi’in, aku diberikan tempat Injil yang Matsani , dan aku diistimewakan dengan Mufashshal”.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan bagian-bagian ini secara terpisah. Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa yang mempelajari Aa-Sab’ Ath-Thual (tujuh surat panjang) dari Al-Qur’an , maka dia yang terbaik. Yang dimaksud dengannya adalah tujuh surat yang panjang dari Al-Qur’an.

Sebagian para shahabat mengistilahkannya dengan memberikan nama surat yang jumlah ayatnya lebih dari 30 dengan istilah Mi’in.Seperti yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan aku sebagian dari surat Mi’in, dan Al–Ahqal. Dan surat itu apabila lebih dari 30 ayat dinamakan Mi’in.

Matsani, yaitu surat-surat yang ayatnya kurang dari Mi’in dan lebih dari Mufashshal, se-akan akan Mi’in dijadikan yang pertama, dan yang berikutnya dinamakan dengan Matsani, dan itu dimulai dari surat Al Baqarah hingga At-Taubah dan ia termausk surat Mi’in, artinya surat yang terdiri lebih dari seratus ayat. Dikatakan dalam Al-Mujamma’ surat-surat awal dalam Al-Qur’an adalah As-Sab Ath-Thual, kemudian surat yang terdiri dari kurang lebih seratus ayat, kemudian Matsani, kemudian ditutup dengan Mufashshal. Dan Mi’in itu bentuk jamak.

Sebagaimana pembagian suba’i (terdiri dari tujuh) itu terjadi pada beberapa jumlah surat tertentu, maka pembagian ruba’i (terdiri dari empat) begitu juga. Dalam dua pembagian ini tidak berlandaskan pada jumlah ayat sebagaimana yang terjadi pada pembagian hizb dan juz.

Bagian Surat-Surat yang Terdiri dari Empat Bagian ini Sudah Jelas di Sisi para Shahabat Radhiyallahu Anhum.

Dari Abu Wa’il , dia berkata, “ Kami pergi bersama Abdullah bin Mas’ud, lalu seorang lelaki berkata, “ Aku membaca Al-Mufashshal tadi malam”, Ibnu Mas’ud berkata , “ Ini membaca cepat seperti membaca syair, sesungguhnya kami mendengar bacaan Al-Qur’an dan aku hafal apa yang dibaca oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, 18 surat Al-Mufashshal , dan dua surat Ali Imran dan Ha Mim”.

Ungkapan beliau 18 surat menunjukkan bahwa beliau tahu surat Al-Mufashshal dan jumlahnya. Begitu juga ini adalah dalil bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan mereka bahwa Al-Mufashshal adalah surat yang setelah Ali Imran dan Ha Mim.

Al-Mufashshal adalah Surat Al-Qur’an Pertama yang diturunkan.

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu berkata , “ Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan surat Al-Mufashshal kepada Rasul-Nya di Makkah. Maka kami semua mempelajarinya dan tidak berpaling darinya.”

Para Ulama Berbeda Pendapat tentang Ayat Pertama dari Surat Al-Mufashshal.

Ada yang mengatakan ayat dari surat Qital (Al-Bara’ah atau At-Taubah), ada pula yang mengatakan, dari surat Al-Hujurat, dan ada yang mengatakan dari surat Qaf.

At-Thahawi Rahimahullah menguatkan bahwa surat Al-Hujurat bukan termasuk Al-Mufashshal.

Walau bagaimanapun Al-Mufashshal. Adalah surat yang setelah Ali Imran dan Ha Mim , dinamakan Al- Mufashshal , karena surat suratnya pendek dan pemisahan antara surat dan lainnya juga dekat.

Catatan :
- Sama dengan tulisan sebelumnya, karena alasan teknis, catatan kaki tdk disertakan.
- Terdapat pemotongan kutipan namun tdk merubah makna alinea ybs.

------------ 0000--------------