Jumat, 11 Juni 2010

Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Qur’an kepada Para Sahabat ? . (Lanjutan).

Pengajaran Rasullllah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam Pembagian Hizb Al Qur’an.

Yang dimaksud dengan Hizb.

Yang dimaksud dengan Hizb disini adalah bagian yang harus dibaca seseorang. Dan Hizb ini terdiri dari gabungan surat surat atau ayat yang harus dibaca atau dihafal oleh seseorang.
Dan ahzab bentuk plural dari hizb diambil dari ucapan hizb fulan, yakni kelompoknya. Hizb adalah sekelompok (surat atau ayat) dari Al Qur’an.
Bisa juga disebut juz , karena Al Qur’an dijuzkan , yakni bagian.
Bisa juga disebut wird . Wird berarti menuju air. Karena Al Qur’an menghilangkan hausnya hati.

Bagimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkannya ?

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan para shahabat untuk menghimpun Al-Qur’an menjadi beberapa hizb , atau beberapa juz, atau beberapa wird, agar membuat mereka lebih bersemangat membaca Al-Qur’an , menghafalkannya , mengulang hafalannya, dan membacanya secara berulang-ulang.

Dari Aus bin Hudzaifah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, „ Kami mengunjungi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai utusan Tsaqif , lalu kami singgah pada sebuah qubbah miliknya dan saudara saudara kami yang menyusul singgah pada Mughirah bin Syu’bah “.
Aus bin Hudzaifah mengatakan, “ Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menemui kami setelah isya’, lalu menyampaikan hadist kepada kami dan memperbanyak hadistnya mengadukan perlakuan orang orang Quraisy. Dan beliau bersabda ,” Dan tidak sama. Ketika masih berada di Makkah kecuali kita lemah dan hina. Ketika kita datang (hijrah) ke Madinah . kadang kita kalah dan kadang kita menang dalam peperangan.”. Pada suatu malam kehadiran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lebih singkat bersama kami, -dan dimalam lain - beliau lebih lama bersama kami, lalu kami bertanya, “Wahai Rasulullah, engkau cepat bersama kami.”. Beliau menjawab , “Sesungguhnya ada hizb-ku dari Al Qur’an - yang belum dibaca - , maka aku tidak ingin keluar sebelum aku menyempurnakannya”. Maka kami bertanya kepada para shahabat Rasulullah, bagaimana beliau meng-hizb Al-Qur’an ?. Mereka menjawab, “Beliau meng-hizb Al-Qur’an , tiga , lima, tujuh , sembilan , sebelas dan tiga belas. Dan beliau mengelompokkan Al-Mufashshaf”.


Dalam riwayat Ath-Thabrani pada yang disebut oleh Al-Iraqi, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaginya menjadi tiga”. Dan dia menyebutnya hadits marfu.

Dalam riwayat-riwayat ini , pembagian Al-Qur’an disandarkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Dan pada riwayat Ibnu Majah, Aus berkata, “Maka aku bertanya kepada para shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam , bagaimana kalian membagi Al-Qur’an ?.
Disini pembagian Al-Qur’an disandarkan kepada para shahabat, bukan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ini menunjukkan bahwa mereka (para shahabat) telah mempelajari pengelompokkan Al-Qur’an dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga Mengajarkan Para Shahabat untuk Menentukan Hizb Al-Qur’an secara berkesinambungan .

Jika waktu (membaca) hizb - nya telah habis, seseorang harus membacanya bagaimanapun kesibukannya. Seperti dalam sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya ada hizb-ku dari Al-Qur’an (yang belum dibaca) , maka aku tidak ingin keluar sebelum aku menyempurnakannya “.

Cara Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengelompokkan Al-Qur’an

Dari beberapa riwayat diatas jelaslah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membagi Al-Qur’an menjadi tujuh hizb, dan setiap hizb tersebut adalah satu tempat dari tujuh tempat.

Adapun yang diistilahkan oleh para ulama sekarang , pembagian Al-Qur’an menjadi 30 hizb yang mereka menamakan juz, karena bagian pertama bagian Al-Qur’an dengan huruf huruf pembagian 28 , 30 dan 60. Ini yang merupakan bagian pertama juz-juz dan hizb-hizb ditengah-tengah surat atau ditengah-tengah tema, atau yang sejenis terjadi pada masa Al-Hajjaj dan setelahnya. Diriwayatkan bahwa Al-Hajjaj memerintahkan hal itu, dan tersebar diwilayah Iraq. Sedangkan penduduk Madinah (ketika itu) belum mengetahui pembagian ini.

Dan juz-juz itu populer dengan 30 juz sebagaimana pada ‘rubu-rubu’ karena kurikulum dilembga-lembaga pendidikan dan tempat-tempat lainnya.

Dan karena pembagian hizb ini sudah ada, maka seseorang pasti akan memimpikan agar pencetakan pencetakan Al-Qur’an melihat kembali masalah ini , dan diisyaratkan bersamaan dengan ini apa yang dapat menunjukkan pembagian Al-Quran menjadi tujuh bagian , dan menjelaskan bahwa itu adalah pembagian cara Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dan pembagian ini antara empat atau lima juz dengan istilah sekarang. Dan diantara faidah yang besar adalah tidak sesuai dengan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat Radhiyallahu Anhum dalam pembagian hizb mereka, bahwa pembagian hizb berdasarkan surat itu adalah mengikuti contoh yang paling sempurna.

Dan hadits Aus sesuai dengan makna hadits Abdullah bin AMR Radhiyallahu Anhuma yang menerangkan bahwa yang sunnah menurut mereka adalah mengkhatamkannya dalam tujuh hari. Oleh karena itu , maka mereka membagi nya dalam tujuh hizb. Mereka tidak menjadikannya tiga atau lima. Ini menerangkan bahwa mereka membaginya berdasarkan surat-surat. Dan ini diketahui dengan cara mutawatir.

Ada juga pembagian Al-Qur’an secara Ruba’i.

Hal ini memungkinkan dari segi teoritis, bukan dari segi tilawah. Akan tetapi, ini disesuaikan dengan pembagian secara suba’i (terdiri dari tujuh). Dan yang menunjukkan tauqifi-nya susunan surat-surat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menyabdakannya, ”Aku diberikan tempat Taurat yang As-Sab’, aku diberikan tempat Zabur yang Mi’in, aku diberikan tempat Injil yang Matsani , dan aku diistimewakan dengan Mufashshal”.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan bagian-bagian ini secara terpisah. Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa yang mempelajari Aa-Sab’ Ath-Thual (tujuh surat panjang) dari Al-Qur’an , maka dia yang terbaik. Yang dimaksud dengannya adalah tujuh surat yang panjang dari Al-Qur’an.

Sebagian para shahabat mengistilahkannya dengan memberikan nama surat yang jumlah ayatnya lebih dari 30 dengan istilah Mi’in.Seperti yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan aku sebagian dari surat Mi’in, dan Al–Ahqal. Dan surat itu apabila lebih dari 30 ayat dinamakan Mi’in.

Matsani, yaitu surat-surat yang ayatnya kurang dari Mi’in dan lebih dari Mufashshal, se-akan akan Mi’in dijadikan yang pertama, dan yang berikutnya dinamakan dengan Matsani, dan itu dimulai dari surat Al Baqarah hingga At-Taubah dan ia termausk surat Mi’in, artinya surat yang terdiri lebih dari seratus ayat. Dikatakan dalam Al-Mujamma’ surat-surat awal dalam Al-Qur’an adalah As-Sab Ath-Thual, kemudian surat yang terdiri dari kurang lebih seratus ayat, kemudian Matsani, kemudian ditutup dengan Mufashshal. Dan Mi’in itu bentuk jamak.

Sebagaimana pembagian suba’i (terdiri dari tujuh) itu terjadi pada beberapa jumlah surat tertentu, maka pembagian ruba’i (terdiri dari empat) begitu juga. Dalam dua pembagian ini tidak berlandaskan pada jumlah ayat sebagaimana yang terjadi pada pembagian hizb dan juz.

Bagian Surat-Surat yang Terdiri dari Empat Bagian ini Sudah Jelas di Sisi para Shahabat Radhiyallahu Anhum.

Dari Abu Wa’il , dia berkata, “ Kami pergi bersama Abdullah bin Mas’ud, lalu seorang lelaki berkata, “ Aku membaca Al-Mufashshal tadi malam”, Ibnu Mas’ud berkata , “ Ini membaca cepat seperti membaca syair, sesungguhnya kami mendengar bacaan Al-Qur’an dan aku hafal apa yang dibaca oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, 18 surat Al-Mufashshal , dan dua surat Ali Imran dan Ha Mim”.

Ungkapan beliau 18 surat menunjukkan bahwa beliau tahu surat Al-Mufashshal dan jumlahnya. Begitu juga ini adalah dalil bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan mereka bahwa Al-Mufashshal adalah surat yang setelah Ali Imran dan Ha Mim.

Al-Mufashshal adalah Surat Al-Qur’an Pertama yang diturunkan.

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu berkata , “ Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan surat Al-Mufashshal kepada Rasul-Nya di Makkah. Maka kami semua mempelajarinya dan tidak berpaling darinya.”

Para Ulama Berbeda Pendapat tentang Ayat Pertama dari Surat Al-Mufashshal.

Ada yang mengatakan ayat dari surat Qital (Al-Bara’ah atau At-Taubah), ada pula yang mengatakan, dari surat Al-Hujurat, dan ada yang mengatakan dari surat Qaf.

At-Thahawi Rahimahullah menguatkan bahwa surat Al-Hujurat bukan termasuk Al-Mufashshal.

Walau bagaimanapun Al-Mufashshal. Adalah surat yang setelah Ali Imran dan Ha Mim , dinamakan Al- Mufashshal , karena surat suratnya pendek dan pemisahan antara surat dan lainnya juga dekat.

Catatan :
- Sama dengan tulisan sebelumnya, karena alasan teknis, catatan kaki tdk disertakan.
- Terdapat pemotongan kutipan namun tdk merubah makna alinea ybs.

------------ 0000--------------

Jumat, 15 Januari 2010

Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Qur’an kepada Para Sahabat ?

Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Qur’an kepada Para Sahabat ?

Catatan Penyaji :

Tulisan dibawah ini di kutipdari buku “ Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Quran kepada Para Sahabat ? “ , ditulis oleh Dr. Abdussalam Muqbil Al Majidi. Penerjemah :
Azhar Khalid bin Seff, Lc, MA ; Muh.Hidayat Lc. Editor Bahasa : Zulfikar.
Cetakan Pertama; Sya’ban 1429 H/Agustus 2008 M. Penerbit : PT Darul Falah ,Jakarta.
Dikutip dari hal. 483 s/d hal 495.

Pengajaran Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam tentang susunan Surat Surat Al-Qur,an.

Yang benar adalah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang mengajarkan para shahabat Radhiayallahu Anhum susunan surat Al Qur’an, berbeda dengan anggapan sebagian ulama bahwa susunan setiap surat Al Qur’an itu merupakan hasil ijtihad, hal itu ditunjukkan oleh hal hal sebagai berikut :

1. Turunnya Al Qur’an secara Keseluruhan ke Langit Dunia Menunjukkan Surat Surat nya telah Tersusun

Abu Bakar Al Anbari emnyebutkan dalam kitabnya Ar – Radd, “ sesungguhnya Allah Ta’ala menurunkan Al Qur,an secara keseluruhan ke langit dunia kemudian menurunkannya secara terpisah kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam selama 20 (dua puluh ) tahun. Dan surat-surat itu diturunkan dalam suatu peristiwa ; dan ayat Al Qur’an diturunkan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh orang. Dan malaikat Jibril Alaihissalam memerintahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk meletakkan surat dan ayat itu pada tempatnya.
Maka sempurnanya surat seperti sempurnanya ayat dan huruf hurufnya , semuanya dari Muhammad, penutup para nabi, untuknya salawat dan salam dari Rabb alam semesta, siapa yang mengakhirkan surat yang didepan atau memajukan surat yang di akhir, maka sama saja dia merusak susunan setiap ayat, mengubah setiap huruf , serta kalimat kalimatnya.

Al Karmani mengatakan , “ Susunan surat surat Al Qur’an adalah susunan yang sama dengan Al Qur’an di Lauh Mahfuz, dan Rasulullah Shllallahu Alaihi wa Sallam wajib membacakan Al Qur’an yang sudah terhimpun padanya di hadapan malaikat Jibril Alaihissalam setiap tahun. Dan Rasulullah Shllallahu Alaihi wa Sallam membacanya di tahun beliau wafat sebanyak dua kali. Pada masalah ini dikatakan .

Bukanlah urutan sebab turunnya ayat sebagaimana pelaksanaannya.

Dalampelaksanaan urutan itu disesuaikan dengan wahyu.

Sebagaimana telah tertulis di Lauh Mahfuz Yang paling sempurna..
Afdapun surat-surat (Al Qur’an) lebih berhak untuk diterima.

Dan yang benar dalam ayat ayat telah disepakati (urutannya).


2. Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman , “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di Dadamu) dan (Membuatmu Pandai) Membacanya (Al-Qiyamah : 17)

Ayat ini menjelaskan kepastian bahwa semua kandungan Al Qur’an yaitu susunan huruf huruf , kalimat-kalimat, serta ayat ayatnya adalah tanggungan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Dia yang melaksanakan pengumpulannya. Dia yang mewahyukannya kepada nabinya Shallallahu Alaihi wa Sallam dan yang menjelaskannya kepada seluruh manusia.


3. Hadits Hadits yang Menunjukkan Susunan Al Qur’an.

Dadits yang diriwayatkan dari Aisyah Radhiayallahu Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “ Siapa yang mempelajari tujuh surat pertama (pada sebuah riwayat : tujuh surat yang panjang ) dari Al Qur’an , maka dia adalah ulama “

Hadits ini menjelaskan bahwa susunan surat surat dalam Al Qur’an adalah murni tauqifi.

4. Kepastian keterkaitan dalam susunan .

Maka tidak akan terjadi, bahwa ijtihad para sahabat Radhiyallahu Anhum telah merusak susunan ini. Karena pada kenyataannya sebuah ijtihad tolok ukurnya adalah meletakkan surat atau ayat Madaniah (yang diturunkan pada periode Madinah ) pada kelompok Madaniah , dan kenyataannya tidak seperti itu. Atau meletakkan surat sesuai dengan urutan diturunkannya , dan kenyataannya juga tidak seperti itu. Atau meletakkanya sesuai dengan hukum-hukum fikih atau berdasarkan kisah-kisah dalam Al Qur’an, juga kenyataannya tidak seperti itu. Atau menempatkan surat sesuai dengan panjang dan pendeknya pada nomor-nomor ayat atau jumlahnya, juga tidak seperti itu. Karena itu yang mungkin terpikirkan dalam ijtihad manusia. Maka tidak tersisa kecuali munasabah yang disentuh dari pembentukan ini yang tidak jelas bagi manusia kecuali dengan penelitian yang sangat dalam. Dan sebagian ulama–ulama besar menulis beberapa kitab untuk munasabah ini dan mereka mengelompokkannya dalam kategori mukjizat Al Qur’an.

5. Tiada Hujjah pada Perbedaan Mushaf para Shahabat dalam Hal Susunan Surat-Surat Al Qur’an.

Karena – ketika adanya mushaf mushaf ini - dekat dengan perbedaan mereka tentang jumlah ayat atau dari segi perbedaan beberapa qira’at yang ada karena ketidak sempurnaan Al Qur’an kecuali setelah wafatnya nabi Shallalluhu Alaihi wa Sallam. Bahkan ketidak sempurnaan surat kecuali setelah masa yang cukup lama, sebagaimana yang telah diketahui secara pasti. Dan manusia tidak diharuskan membaca surat-surat secara teratur. Hal itu karena salah seorang dari mereka bila menghafal surat atau menulisnya kemudian keluar berijtihad bersama dalam sariyyah, lalu turun surat lainnya, maka ketika dia pulang, dia akan menghafal apa yang diturunkan setelah dia kembali, dan dia mengikuti apa yang terlewati yang mudah baginya, baik banyak atau sedikit. Dari sinilah, terjadi pengakhiran yang seharusnya berada pada bagian awal dan penulisan di awal yang seharusnya berada pada bagian akhir. Kamudian terjadilah suatu keraguan susunan mushafnya.

Dan setelah membeberkan dalil dalil yang jelas ini, dan mengetahui petunjuk petunjuknya, maka seseorang masih tetap bingung tentang bagaimana menerima pendapat seseorang yang mengatakan ; “ Sesungguhnya penulisan surat-surat dalam Al Qur’an adalah hasil suatu ijtihad”. Karena bagaimana hal itu masuk akal, bahwasanya Nabi Shallalluhu Alaihi wa Sallam membagi setiap mushaf menjadi tujuh bagian yang kurang lebih sama, yang setiap bagiannya meliputi surat-surat tertentu kemudian dikatakan bahwa susunan ini terjadi setelah Nabi Shallalluhu Alaihi wa Sallam wafat.

Dari Aus bin Hudzaifah Radhiyallahu Anhu, dia berkata , “ Kami mengunjungi Rasulullah Shallalluhu Alaihi wa Sallam sebagai utusan dari Tsaqif, lalu kami singgah pada qubbah miliknya, dan beberapa saudara kami yang menyususl singgah pada Mughrirah bin Syu’bah.”
Aus bin Hudzaifah mengatakan, “Dan Rasulullah Shallalluhu Alaihi wa Sallam menemui kami setelah isya’, lalu menyampaikan hadits kepada kami dan memperbanyak haditsnya mengadukan perlakuan orang-orang Quraish. Dan beliau bersabda,” Dan tidak sama, ketika kami di Makkah, kecuali kami lemah dan hina. Ketika kami datang (hijrah) ke Madinah, kadang dalam peperangan kami mengalami kekalahan dan kadang kami mengalami kemenagan . Pada suatu malam Rasulullah Shallalluhu Alaihi wa Sallam lebih cepat berada bersama kami ,sementara-dimalam lainnya-beliau lebih lama berada bersama kami, kami bertanya , “Wahai Rasullullah , engkau lebih cepat berada bersama kami . Beliau menjawab, “ Sesungguhnya ada hizb – ku dari Al Qur’an yang belum kubaca-, maka aku tidak ingin keluar sebelum aku menyempurnakannya”. Maka kami bertanya kepada para shahabat Rasullullah, “Bagaimana beliau meng-hibz Al Qur’an?.Mereka menjawab , “ Beliau meng hibz (mengelompokkkan ) AL Qur’an tiga, lima , tujuh , sembilan, sebelas, dan tiga belas . Beliau mengelompokkkan al mufashhal”.

Hal itu tidak mungkin membaginya secara sama, kecuali yang sesuai dengan susunan mushaf seperti yang ada sekarang. Maka dari sini dapat diketahui, bahwa susunan Al Qur’an pada masa shahabat Radhiyallahu Anhum sangat mashyur seperti susunan yang ada pada masa Nabi Shallalluhu Alaihi wa Sallam.

Rabi’ah pernah ditanya, “Mengapa surat Al Baqarah dan Ali Imran lebih didahulukan, padahal ada 82 surat lebih yang diturunkan sebelum keduanya dan keduanya diturunkan di Madinah ?”. Rabiah menjawab,” Keduanya didahulukan .Al Qur’an ditulis berdasarkan ilmu dari yang menuliskannya. Dan mereka berkumpul untuk menuliskannya dengan pengetahuan ini. Sususnan ini sudah final dan kita tidak boleh bertanya tentang hal ini.”

Iman Malik berkata, “Sesungguhnya Al Qur’an disusun berdasarkan apa yang meraka dengar dari Rasulullah Shallalluhu Alaihi wa Sallam”.

Adapun yang diriwayatkan oleh Hudzaifah Radhiyallahu Anhu yang mengedepankan surat An Nissa daripada surat Ali Imran ketika shalat malam, tidak ada hujjah didalamnya , karena susunan surat ketika tilawah itu tidak wajib , karena tidak merusak susunan Al Qur’an, sebagaimana yang telah kita bahas. Dan ada riwayat yang berbeda dengan riwayat diatas, diwayatkan oleh Abu Dawud, Hudzaifah Radhiyallahu Anhu pada shalat malamnya membaca surat Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa, Al maidah, dan Al- An’am.

Ibnu Hasm mengatakan (dalam rangka menguatkan hal ini), “ Apa yang kami riwayatkan dengan sanad sanad yang sahih bahwa Rasulullah Shallalluhu Alaihi wa Sallam tidak mengenal pemisah surat hingga diturunkan padanya “ Bismillahir Rahmannir Rahim “. Dan diturunkan kepadanya ayat, lalu beliau meyusunnya pada tempatnya. Maka dengan ini benarlah, bahwa susunan ayat ayat dan surat surat diambil dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diturukan kepada malaikat Jibril Aslaihissalam kemudian disampaikan kepada Muhammad Rasulullah Sallalahu Alaihi wa Sallam dengan mutawatir, dan ini juga menjelaskan riwayat yang shahih, bahwa Rasulullah Sallalahu Alaihi wa Sallam membaca Al Qur’an didepan malaikat Jibril setiap malam di bulan Ramadhan, dan dengan ini benarlah bahwa Al Qur’an sudah tersusun seperti yang telah tersusun pada masa Rasulullah Sallalahu Alaihi wa Sallam. Dan sabdanya, “ Aku tinggalkan kepada kalian Ats-Tsagalain ; Kitabullah dan keluargaku”. Dan Rasulullah Sallalahu Alaihi wa Sallam memerintahkan Abdullah bin Amr untuk membaca Al Qur’an pada beberapa hari, dan jangan kurang dari tiga hari. Jika –ketika itu- belum tersusun , bagaimana dapat dibaca atau dikhatamkan dan dapat dihafal ?. Ini suatu yang mustahil dan tidak mungkin, perbedaan ini dimungkinkan karena dua hal :

1. Penggunaan manhaj hadits yang terlewatkan untuk mengupas masalah masalah yang berkaitan dengan ilmu ilmu Al Qur’an. Dan tidak diragukan lagi, bahwa disana terdapat beberapa persamaan antara metode hadits dan metode qira’at. Akan tetapi ada juga beberapa hal yang berbeda.

2. Bahwa susunan ayat ayat dalam suatu surat itu suatu keharusan. Sebabnya jelas, yaitu susunan surat yang terdiri dari beberapa ayat akan rusak tanpa susunan tersebut. Berbeda dengan susunan setiap surat Al Qur’an, karena keharusan susunan untuk hafalan dan bacaan tidak merupakan kewajiban secara syariat dan kenyataannya. Penyebabnya jelas, yaitu tidak merusak susunan Al Qur’an yang terdiri dari beberapa surat.

Perbedaan hanya pada kulitnya saja.

Tiada terlintas sama sekali pada penulis, terjadinya perbedaan pengajaran Nabi Sallalahu Alaihi wa Sallam kepada para shahabat tentang tema ini, dan ini adalah tauqifi. Kecuali Imam Az-Zarkasyi – Rahimahullah- menghukumkan masalah ini ketika beliau mengatakan, “Perbedaan dua kelompok ini adalah perbedaan kulitnya saja, karena orang yang mengatakan dua pendapat tersebut bahwa Nabi Sallalahu Alaihi wa Sallam merumuskan demikian, agar para shahabat mengetahui asbabunnusul ayat dan posisi setiap kalimatnya. Oleh karena itu, Imam Malik mengatakan , “ Mereka menulis (menyusun) Al Qur’an berdasarkan apa yang mereka dengar dari Nabi Sallalahu Alaihi wa Sallam, bersamaan dengan mengatakan , “bahwa susunan setiap surat atas ijtihad para shahabat”. Perbedaan ini kembali kepada pertanyaan,“Apakah susunan itu tauqif qauli atau isnad fi’li ?”

Tidak ada masalah bila membalik susunan surat.

Dan yang zahir dari pengajaran Nabi Sallalahu Alaihi wa Sallam, tidak mengapa dalam membalik susunan surat. Seperti memulai membaca surat yang terakhir dalam susunan mushaf. Karena pada umumnya, seseorang menghafal Al-Mufashshal (misalnya ; Juz Amma).

Adapun yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, beliau ditanya tentang seseorang yang membaca Al Qur’an terbalik. Beliau menjawab,” Hal itu terbalik”. Ucapan beliau ini diartikan terbaliknya ayat, bukan surat. Pandangan ini berbeda dengan Abu Ubaid.

Adapun yang diriwayatkan dari Al Hasandan Ibnu Sirin, “Apakah keduanya membaca Al Qur’an dari awal hingga akhir, dan keduanya memakruhkan setiap wirid?”.

Ibnu Sirin mengatakan, “Susunan Allah lebih baik dari susunan kalian”. Maksud wirid disini, mereka mengada-adakan Al Qur’an jadi beberapa Juz. Setiap Juz terdiri dari beberapa surat yang berbeda dan tidak sesuai dengan susunan Al Qur’an. Dan menjadikan surat surat panjang disatukan dengan surat-surat yang lebih pendek, dan seterusnya hingga mereka mengkhatamkan satu Juz.

Maksud dari memakhruhkan disini sudah jelas, yaitu perbedaan dengan susunan surat surat dalam Al Qur’an Al Karim, dengan keinginan mengkhatamkannya. Dan yang asal adalah mengikuti susunan Al Qur’an ketika membacanya bila hendak mengkhatamkan, berbeda bila dalam kondisi belajar dan mengajar Al Quran.

Catatan :
1. ‘Catatan kaki’ tidak disertakan ,karena alasan teknis,.
2. Sambungan tulisan diatas dengan sub judul “ Pengajaran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam pembagian Hizb Al Qur’an” , Insya Allah akan di up load pada waktunya.

------- 000 -------

Kamis, 07 Januari 2010

Hadits-hadits shahih tentang Al Qur'an

Keutamaan membaca Al Qur’an


Catatan penyaji :

Tulisan dibawah ini dikutip dari buku “Ringkasan RIYADHUSH SHALIHIN” , Penyusun , Imam Nawawi, Peringkas , Syaikh Yususf An-Nabhani. Penerjemah , Abu Khodijah Ibnu Abdurrohim. Editor , Ir. Sumbodo & Eni Oesman BA. Diterbitkan oleh “Irsyad Baitus Salam, Cetakan Pertama : Desember 2006., dimulai dari hal. 160.

A. KEUTAMAAN AL QUR’AN DAN MEMBACANYA.

Allah berfirman :

“Katakanlah ; sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagaian yang lain” (QS, Al-Israa’ 17 – 88 )

Bukhari meriwayatkan dari ‘Utsman ra , ia berkata : “Rasulullah saw bersabda: ‘ Sebaik-baik kalian adalah orang yang mau mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain”.

Muslim meriwayatkan dari Abu Umamah ra , ia berkata : “ Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : “ Bacalah Al Qur’an, sebab kelak pada hari kiamat dia akan datang memberikan syafaat kepada pembacanya.”

Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra , dari Nabi saw, beliau bersabda :” Tidak boleh ada iri, kecuali dalam dua hal, yakni, terhadap seseorang yang diberi kemampuan menghafal Al Qur’an, lalu ia baca, baik pada malam hari maupun siang hari ; dan terhadap seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia infaqkan, baik pada malam hari maupun siang hari”

Bukhari - Muslim meriwayatkan dari ‘Aisyah ra , ia berkata : “Rasulullah saw bersabda : “ Orang yang gemar membaca Al Qur’an dan sudah lihai dalam membacanya kelak akan bersama golongan mereka yang mulia lagi berbakti. Adapun orang yang gemar membaca Al Qur’an, namun dalam membacanya masih terbata-bata, maka ia akan mendapat dua pahala.”

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra , ia berkata : “Rasulullah saw bersabda : “ Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, lalu membaca kitab Allah dan mempelajarinya, melainkan akan turun keterangan kepada mereka ; mereka akan diliputi rahmat ; mereka akan dinaungi para malaikat ; dan Allah akan membanggakan mereka dihadapan malaikat yang ada di sisi-Nya.

Bukhari – Muslim mewriwayatkan dari Ibnu Umar ra ; ia berkata : “ Rasulullah saw melarang seseorang berpergian ke negeri Kuffar dengan membawa Al Qur’an jika dikhawatirkan Al Qur’an resebut dikhawatirkan akan jatuh ke rangan mereka (lalu dlecehkannya.)”


B. KEUTAMAAN SEBAGIAN SURAT DAN AYAT AL QUR’AN

Bukhari meriwayatkan dari Abu Sai’d , Rafi’ bin Mu’alla ra , ia berkata ; “Rasulullah saw pernah berkata kepadaku : “ Maukah kuberitahukan kepadamu surat Al Qur’an yang nilainya paling agung sebelum engkau keluar dari masjid “ . Beliau lalu memegang tanganku . Ketika sudah hampir keluar, aku berkata : ‘ Ya Rasulullah , tadi engkau berkata bahwa engkau akan memberitahukan kepadaku surat Al Qur’an yang nilainya paling agung . ‘Beliau bersabda : ‘ Yaitu surat Al Fatihah ; dialah As Sab’ul Matsaanii (tujuh ayat yang dibaca ber-ulang ulang ) dan Al Qua’anul ‘Azhiim yang diberikan kepadaku.”

Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudry ra , bahwa Rasulullah saw pernah bersabda berkaitan dengan surat Al- Ikhlaash : “ Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya , sungguh surat ini nilainya sama dengan sepertiga Al-Qur’an”. Muslim juga meriwayatkan hadits yang semakna dariAbu Hurairah .

Muslim meriwayatkan dari “Uqbah bin Amir ra ,bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tahukan engkau surat yang diturunkan pada malam ini yang tiada bandingannya dari surat lainnya ?. Surat tersebut adalah Al- Falaq dan An -Naas.”

Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Badry ra , dari Nabi saw , beliau bersabda : “ Barang siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka sudah cukup baginya.”

Ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah akan menyebabkan pelakunya akan terjaga dari segala hal yang tidak disukainya sepanjang malam itu ; dan ada yang mengatakan bahwa sudah cukup memadai baginya jika ia tidak bangun malam untuk membaca Al Qur’an . Demikianlah sebagaimana yang dikatakan Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin . Adapun dua ayat yang dimaksud adalah :

Aamanar rosuulu bimaa unzila ilaihi mir robbihii wal mu’minuun, kullun aamana bilaahi wa malaa’ikatihi wa kutubihi wa rusulih, laa nufariqu baina ahadim mir rusullih, wa qooluu sami’naa wa atho’naa ghufroonaka robbanaa wa ilaikal mashiir. Laa yukalifulloohu nafsan illa wus’ahaa, laha maa kasabat wa ‘alaihaa maktasabat, robbanaa laa tu’aakhidzna in nasiina au akhtho’naa, robbanaa wa laa tahmil ‘alainaa ishron kamaa hamaltahuu ‘alal ladzina min qoblinaa, robbanaa wa laa tuhammilnaa maa laa thooqota lanaa bih, wa’fu ‘annaa waghfir lanaa warhamnaa, anta maulaanaa fanshurnaa ‘alal qoumil kaafirin.

“Rasul telah beriman kepada Al- Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabb nya, demikian pula orang-orang yang beriman . Semuanya beriman kepada Allah , malaikat malaikat Nya, kitab kitab Nya, dan rasul rasul Nya.. (Mereka mengatakan) : ‘Kami tidak membeda – bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul Nya, dan mereka mengatakan : “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka ber doa’) : “ Ampunilah kami, ya Rabb kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali”. Allah tidak membebani seseorang , melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari keburukan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa ) : “ Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah . Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami , janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami untuk menghadapi kaum yang kafir. “

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, sebab setan itu akan menjauh dari rumah yang dibacakan surat Al Baqarah di dalamnya”

Muslim meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab ra , ia berkata : “ Rasulullah saw bersabda : “ Ya Abu Mundzir, tahukah engkau ayat manakah dari Al Qur’an yang sudah engka hafal seluruhnya yang nilainya paling agung ?”. Aku menjawab ; “ Ayat Kursi”. . Beliau menepuk dadaku seraya bersabda : “ Semoga ilmu yang kau miliki membuatmu senang, wahai Abdul Mundzir”.

Muslim meriwayatkan dari Nawwas bin Sam’an ra , ia berkata : “ Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : “ Kelak pada hari Kiamat , Al Qur’an beserta mereka yang mengamalkannya di dunia akan didatangkan, sementara surat Al Baqarah dan Ali Imran berada di barisan terdepan, keduanya saling beradu argumen berkaitan dengan masalah para pengamalnya.”

Muslim meriwayatkan dari Abu Darda’ ra ra , bahwa Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa yang hafal sepuluh ayat pertama dari surat Al Kahfi, maka ia akan dipelihara dari fitnah dajjal”. Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan “... sepuluh surat terakhir dari surat Al Kahfi’.

Muslim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra , ia berkata : “Suatu ketika saat Jibril duduk di dekat Nabi Muhammad saw , tiba tiba terdengar suara dari atas . Jibril pun menengok ke atas , lalu berkata “ itu adalah derit pintu langit yang dibuka pada hari ini . Pintu itu sama sekali belum pernah dibuka , kecuali hanya pada hari ini “. Dari pintu itu lalu turun seorang malaikat . Jibril berkata lagi : “ Malaikat ini belum pernah turun ke bumi, kecuali hanya pada hari ini”. Malaikat yang turun tersebut lalu mengucapkan salam dan berkata kepada Nabi Muhammad saw: “ Bergembiralah engkau dengan dua cahaya yang telah diberikan kepadamu yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelum mu, yakni surat Al Fatihah dan beberapa ayat terakhir dari surat Al Baqarah. Tiada satu hurufpun (yang mengandung doa) darinya yang engkau baca, melainkan pasti akan dijabah untukmu”.

Senin, 04 Januari 2010

Selamat Tahun Baru.

Assalamualaikum ww.

Saya menyampaikan Selamat Tahun Baru kepada semua pengunjung, baik Tahun Baru Islam maupun Tahun Baru Masehi.
Pada kesempatan ini saya juga mohon maaf karena Blog ini sudah cukup lama tidak di up date, satu dan lain hal karena adanya kegiatan dimana harus fokus dan serius dalam menanganinya, sehingga terpaksa hal-hal lain saya kesampingan lebih dahulu. Alhamdullillah sekarang saya lebih longgar waktunya, dan akan meng-update kembali blog ini.

Wassalam,

Jenggala.